
Sejak awal kurang lebih tahun 1980-an sejumlah besar karya di bidang antrologi karyatelah difokuskan pada perbedaan budaya dalam gambaran orang (Lihat Caerrithers, Collins, dan Lukes 1985; Geerts 1973, 1983, Gergen 1991; Gergen dan Davis 1985; Harris 1989; Kohut 1977; Kondo 1990; Marsella, Devos, dan Hsu 1985; myers, 1986; Read 1955, Rosaldo 1980an, 1984; Shweder and Bourne 1984; Spiro 1993; Taylor 1989; White and Kirkpatrick 1985; Wiergbicka 1993). Tak aneh lagi, semua volume telah diberikan dalam penelitian ini, kesepakatan penuh pada masalah yang dilibatkan tersebut belum dimunculkan, tetapi beberapa perbedaan mendasar berbagai macam kepercayaan pada budaya tentang keorangaan juga terlihat nyata. Lapisan dasar perbedaan budaya kelihatannya bergantung pada bagaimana diri tersebut tergambar dalam hubungan sosial (lihat Gergen 1990). Berdasarkan pandangan ini, kesempatan untuk memahami sifat diri tidak lewat individu atau keadaan jiwa mereka, contohnya kepercayaan, perasaan, maksud, tetapi lebih kepada kolaborasi sosial atau structural coupling dalam lingkungan sosial. Setiap orang tergantung pada yang lainnya, kelangsungan mereka tak lepas dari hubungan dengan yang lainnya, dan, Begitu pula seterusnya, hubungan tergantung pada praktik saling kerjasama antar peran sosial. Gergen (1990) menyebut jaringan kerjasama inti hubungan ini sebagai “sistem berkelanjutan diri dalam praktik kerjasama yang mana 2 orang atau lebih saling terkait” (Gergen 1990: 584-5). Gagasan tersebut sangat mengingatkan pada pemikiran biologi Maturana dan Varela (1987) tentang sistem mengorganisasi diri dalam structural coupling. Bagaimana hubungan inti dibentuk sebagian diperoleh melalui kemampuan berbicara (Gergen 1990: 584-5):
Keadaan baik individu tidak bisa terlepas dari jaringan hubungan yang terkait dengannya. Karakter hubungan tergantung, begitu pula seterusnya, pada proses penyesuaian dan praktik menyesuaikan kembali. Akibatnya, bentuk hubungan tergantung pada praktik saling kerjasama.. sehingga, contohnya, ketika kita saling bertemu hari demi hari, praktik kita cenderung ke arah kerjasama. Gerakan mata, tangan, dan kaki, contohnya, atau jumlah kata yang kita ucapkan, volume, kecepatan dan seterusnya, semua merupakan proses saling bekerjasama.. Ketika kerjasama terjadi–saling bergantian dalam percakapan, menyesuaikan nada suara sehingga yang lain bisa mendengar dengan nyaman, berbicara dengan saling menerima pola kata, berjalan bersama dalam kecepatan yang mirip dan seterusnya –kita telah sampai pada inti bentuk hubungan.
Perhatikan bahwa kerjasama terjadi melalui tindakan naluriah yang terwujud pada individu kita.
Diatas telah dikemukakan pendapat tentang fungsi sosial, orang muncul benar-benar sebagai poin inti hubungan dalam sejarah structural coupling. Setiap dari kita mempunyai tindakan naluriah pola hubungan yang banyak dikembangkan dari sejarah structural coupling dengan yang lain. Ketika kita bertemu dengan seseorang, interaksi menjadi titik temu berbagai pola hubungan kita yang telah terjaring. Pola yang berkembang dalam hubungan kita akan disalurkan pada lingkup sistem yang lebih luas melalui proses structural coupling yang kita lakukan dalam pertemuan. Sapaan Wolof dalam pertemuan merupakan contoh yang bagus dari ini: bagaimana perbedaan status akan muncul dalam pertemuan yang betul-betul terbentuk dari oleh ketajaman status sosial kita yang telah ada sejak pertemuan sebelumnya, keduanya dengan lawan bicara sekarang dan orang lain yang tak terkira banyaknya.