Konstruksi Linguistik Kepribadian pada Konsep Rupa

Bagaimana cara mempelajari dan menjadikan ideologi kepribadian lokal? Bagaimana bisa terwujud dalam tindakan naluriah mereka? Secara garis besar, seperti yang diterangkan Gergen (1990:585) melalui kegunaan bahasa (lihat kutipan pada halaman 262). Selama kita bertentangan dengan hubungan antara 2 orang, dengan demikian membentuk structural coupling, tindakan verbal kita menjadi selaras dengan tindakan komunikatif yang berkelanjutan dengan structural coupling. Ini melalui koordinasi structural coupling yang telah ditempa, dan ini merupakan sejarah hidup yang terkumpul yang mana menentukan orang. Maturana dan Varela (1987) menggarisbawahi peran pokok yang berperan pada structural coupling sosial dengan mengistilahkan sebagai ”lingual axis”, bagian dari trophal axis bahasa, istilah biologis pada korelasi struktural yang terjadi antar organisme melalui pertukaran makanan dan sekresi kimia, seperti ketika oraganisasi sarang lebah ditentukan oleh keseimbangan sekresi hormonal tertentu. Gagasan tindakan linguistik seperti lingual axis didiukung oleh Aiello dan Dunbar (1993) yang menegaskan evolusi bahasa utamanya sebagai jenis dari perekat dalam sosial, menambah dalam merapikan kumpulan manusia meningkatkan ukurannya: perilaku tubuh yang komunikatif dalam social coupling (trophallaxis: grooming) yang ditambahkan oleh perilaku linguistik (lingual axis), yang mana menggantikan secara bertahap pembentuknya selama rangkaian evolusi manusia. Untuk sarang lebah, perubahan dalam keseimbangan hormon dan anda merubah organisasi pada sarang; untuk pengelompokan sosial manusia, dan perubahan pola perilaku verbal (lingual axis) yang sama-sama bisa menghasilkan efek dramatis pada kedudukan sosial, hanya untuk memeprtimbangkan perkara pertemuan sapaan Wolof. lebih jauh, Scweder dan Bourne (1984) memberitahukan bahwa ideologi lokal kepribadian telah disepakati oleh apa yang diketahui orang ketika berbicara, pada jalan yang sangat Whorfi, pembicara menggunakan metafor untuk mendeskripsikan orang dan perilaku yang diturunkan keduanya dan bersifat membangun pemahaman lokal kepribadian.

Goffman (1967, 1971) mengamati secara kasar pada bagaimana koordinasi perilaku linguistik pada hubungan 2 orang berperan pada pemahaman budaya kita pada kepribadian tertentu. Ia memberitahukan bahwa tujuan orang yang berinteraksi pada pertemuan sosial untuk melindungi harga diri rapuh yang mereka miliki, paling sedikit, untuk meminimalisir bahaya ini, yang terbaik, untuk meningkatkannya. Harga diri ini diistilahkan oleh Goffman (1967), menjelaskan sebagai “citra diri publik dimana setiap anggotanya ingin menegaskan dirinya” (Brown dan Levinson 1987:61). Rupa sangat berperan secara linguistik antara orang-orang yang berinteraksi (meskipun cara lain mungkin bisa dilakukan, lihat Goffman (1956) untuk penjelasan klasik yang lebih rinci). Melalui kata yang kita dan yang lain pilih dan gunakan, rupa kita dan orang yang berinteraksi lainnya pada interaksi sosial mempersoalkan modifikasi dan merusak yang mungkin. Rupa secara linguistik dibangun, dan kemampuan untuk menggunakan keahlian verbal dengan fasilitas adalah bagaimana kita bisa memanipulasi pertemuan sosial untuk memaksimalkan rupa yang kita dapatkan dan meminimalisir kehilangan kita, dan lagi, pertemuan sapaan Wolof merupakan paradigma eksemplar pada fakta ini.

Konsep Lokal Kepribadian

Diatas telah diuraikan secara singat batasan konsep orang, sekarang saya berpindah ke beberapa perbedaan antar budaya dalam pengucapannya, Ideologi lokal kepribadian. Saya mulai dengan yang familiar bagi sebagian besar pembaca– Konsep orang Eropa Barat. Ideologi tempat mungkin akan diringkas dalam satu kata, individualisme, yang mungkin sangat ditekankan dalam Budaya Amerika. Alasan ideologi ini adalah otonomi egosentris personal, yang diringkas oleh Geertz (1983:59) dalam penjelasan klasik berikut:

Konsep Barat tentang orang seperti terikat , unik, lebih atau kurang mempersatukan seluruh teori motivasional, pusat kesadaran dinamis, emosi, pertimbangan dan tindakan yang disusun ke dalam seluruh dan sekumpulan perbedaan khusus terhadap keseluruhan yang lain pada latar belakang sosial dan alam..Pada ideologi egosentris individualis orang, individu memperbudak masyarakat, pada fashion yang berhubungan dengan pemikiran filsuf seperti Hobbes dan Locke, masyarakat membayangkan terciptanya “kontrak sosial” untuk menjaga kepentingan mengidealkan otonomi individu, independen atau masyarakat, sebelum hidup didalamnya. Para individu ini lebih penting dari setiap kelompok pemilihnya. Indikasi dari semua ini adalah pentingnya budaya Barat yang bertempat pada orang dan sifat orang, ini menegaskan adanya pemusatan individu dengan keinginan dan kebutuhannya.

Apakah sifat dari individu sebenarnya? Kebebasan dari paksaan dan sifat otonomi dalam tindakan telah memasuki kriteria ideologi orang sebagai individu. Perhatikan bahwa yang ditangkap dari gerakan feminis yaitu, “orang dengan haknya sendiri” secara tidak langsung menghubungkan kepribadian dengan hak individu atas tindakan dan kebebasan dari paksaan. Setiap orang dipandang memiliki hak yang tidak bisa direnggut pada otonomi yang diklaim oleh individu. Setiap individu adalah unik, tapi semua, setidaknya secara ideologi, memiliki hak yang sama, sistem etika umum yang berpengaruh terhadap semua hubungan sosial, tak diragukan lagi merupakan hasil moralitas para universalis budaya Barat berdasarkan agama Kristen, supaya, menurut ajaran agama Kristen, komponen spiritual yang diberikan ke seluruh orang dalam jumlah yang tak terhitung yang mana harus diakui sebelum secara kemanusiaan atau secara sosial menciptakan sebuah nilai. Ini membawa kita pada pandangan orang sebagai individu, perwujudan absolut sebuah nilai dalam haknya sendiri, dan bukan benar-benar pada kedudukannya dalam setiap pola sosial. Ketidaksamaan yang sebenarnya diantara manusia secara ideologi diterjemahkan sebagai hasil persaingan bebas untuk mendapat penghargaan status antar individu yang menurut teori adalah sama, terlindungi melalui sekumpulan peraturan dan hukum dalam “kontrak sosial”. Tetapi gagasan pada perbedaan status yang tidak sama dan peluang individu yang sama dapat dengan mudah dibedakan. Ini merupakan prinsip yang terdapat dalam sistem yang telah berlaku pada birokrasi organisasi, sebagaimana pengertian oleh Max Weber (1968[1922]). Karakteristik birokrasi yang telah dijelaskan Adalah perbedaan antara pegawai dan pemimpin pegawai atau peran sosial yang tidak sama dan sama dengan individu. Pembagian tugas pegawai pada orang tertentu telah ditentukan, setidaknya secara ideologi, oleh kemampuan individu, tidak berdasarkan pada koneksi sosial. Jadi, ketidaksamaan dan hierarki merupakan ciri-ciri masyarakat; setiap orang adalah bebas dan sama dengan individu.

Konsep egosentris individualis orang pada budaya Barat dianggap kontras dengan berbagai tradisi budaya. Budaya sebelumnya bersifat sosiosentris, konteks tergantung pada konsepsi kepribadian (Scweder dan Bourne 1984). Pada budaya ini budaya individu dan otonominya tidak diperlakukan sebagai  pemahaman lokal orang, agaknya menempel pada konteks sosial merupakan hal yang menyangkut definisinya sebagai orang. Jadi, kepribadian dalam istilah sosiosentris merupakan atas dasar kedudukan sosial khusus yang ditempati manusi. Konsep sosiosentris kepribadian memandang kebaikan social grouping secara fundamental dan membawahi keinginan dan kebutuhan individu pada kebaikan bersama. (Perhatikan disini bahwa poinnya adalah tidak untuk berpendapat bahwa budaya sosiosentris secara eksplisit telah menuturkan ideologi kepribadian sejajar dengan ideologi Individualisme Barat (meski apakah semua masyarakat Barat secara eksplisit peduli terhadap koherensi ideologi yang menciptakan prinsip individualisme yang tercatat untuk diperdebatkan secara serius); agaknya, pernyataannya bahwa pemahaman kepribadian, apakah itu diam-diam atau tidak, dijadikan, dibangun ke dalam berbahasa dan perilaku budaya dan dengan demikiran, ditanamkan dalam tindakan naluriahnya. Tentunya dengan kepercayaan yang dilepaskan melalui kontak budaya, yang mungkin akan dituturkan, seperti halnya yang dikatakan pelajar Bali setelah 2 tahun hidup di Australia, menuturkan pemahaman aslinya, “Kita (orang Bali) punya budaya berkumpul.”) Konsepsi lokal orang secara luas telah ada, contohnya oleh budaya yang sebaliknya sangat berbeda seperti di Bali dan tanah Gahuku di New Guinea.

Bali (Geertz 1983: 62):

Diri vs Orang Lain

Antropolog, berikut Mauss (1985[1938]), umumnya membuat perbedaan antara gagasan diri dan orang (Fitsgerard 1993, La Fontaine 1985). Diri merujuk pada maksud kesadaran manusia secara universal Dalam perwujudan individu itu sendiri, yang mana orang adalah konsep sosial yang membentuk gagasan lokal hak dan kewajiban seseorang, dan kemudian menjadi antar budaya. Hehr dan Muhlhasler (1990) membuat perbedaan yang mirip, menunjuk kepada pembentuknya sebagai “identitas numerik” dan yang terakhir sebagai “identitas kualitatif”. Hal ini diutarakan dalam istilah tesis sebuah Lokasi ganda dalam diri (Harre dan Muhlhasler (1990: 88)):

          Kita memahami bahwa kita memiliki lokasi yang menjadi perwujudan material lingkungan fisik sementara yang terus-menerus (pemikiran antropologi “diri”). Tapi kita juga memahami saat itu bahwa kurang lebih telah jelas diungkapkan lokasi hak dan kewajiban orang lain dalam lingkungan sosial yang memperoleh tanggungjawab tertentu saat itu (pemikiran antropologi “orang”).

Tesis ini berakibat: terhadap Indeksikalitas Ganda kata ganti “saya”. Kata ganti ini menunjuk kedua gagasan lokasi; jadi pemberi ungkapan menampilkan dirinya ketika memiliki lokasi yang berkaitan dalam hal waktu dan lokasi, juga tanggungjawab sosial tertentu. Diungkapkan dengan jelas adanya perbedaan yang mencolok antara diri dengan orang mungkin sulit dipertahankan. Pertama, tidak jelas bagaimana karakteristik yang diduga pada individu terwujud dalam diri, seperti baik atau jahat, menjadi sangat penting untuk dibicarakan, kecuali pada istilah hubungan sosial antara dua orang (lihat Gergen (1994)). Rosaldo (1984) berpendapat bahwa Ilongot tidak memiliki ideologi tentang perbedaan yang mencolok antara privasi diri individu dan penampilan sosial orang di depan publik. Ia menegaskan bahwa apa yang dipikirkan dan dirasakan diri Ilongot adalah hasil aktivitas sosial publik, disadari melalui interaksi antara 2 orang, menyarankan pengaburan kontras yang bersifat universal, antara diri individu dan pribadi sosial. Ilongot menyatakan bahwa biasanya tidak ada gap antara apa yang dirasakan dan apa yang dilakukan seseorang. Sebagai masyarakat egaliter, individu tidak memiliki pengalaman yang kuat dalam ketidakleluasaan sosial, yang mana akan memperkuat batas antara orang, diri individu yang terikat, hak dan tanggungjawab sosial pribadi: “tidak ada dasar masalah sosial atau pengalaman individu yang dianggap perlu kontrol, ketika memiliki batasan untuk melindungi atau menjaga gerakan dan keinginan, yang harus dicek apakah mereka mempertahankan statusnya atau terikat dalam kerjasama setiap hari” (Rosaldo 1984:148).

Kesulitan lebih lanjut dalam menegakkan perbedaan yang mencolok antara diri dan orang bergantung pada masalah yang besar akan jelas diselesaikan oleh kesadaran mental perwujudan individu, yang merupakan gagasan paling dasar atas diri. Kesadaran adalah hal yang sangat khas, karena itu bersifat menyebar, tidak terikat dan tidak pula stabil. Sebagian terbesar terlihat sebagai konstruksi linguistik, lokasi tubuh melalui penggunaan I dalam pertemuan berbagai pola pengulangan dalam proses structural coupling yang terikat didalamnya, dan lebih jauh lagi, laporan melalui deskripsi linguistik pada proses structural coupling yang terikat dengan kita (untuk pemikiran sebelumnya lihat Mead (1934)).

Mead (1934). Diri adalah organisme yang tindakannya dilambangkan menggunakan Saya. Karya terakhir (Minsky 1986; Varela, Thompson, dan Rosch 1991) dalam arsitektur pikiran menegaskan bahwa pikiran mengandung banyak “agen” kecil, setiap agen memiliki fungsi domain hanya dalam skala kecil. “Agen” ini dapat disusun ke dalam sistem yang lebih besar dalam tugas yang lebih inklusif, masih bisa disusun lagi dalam sistem yang lebih besar dan seterusnya dalam analogi struktur sosial, shingga membentuk The Society of Mind (Minsky 1986). Apa yang dihitung sebagai kumpulan agen dalam satu level menjadi satu “agen” dalam tingkat yang lebih tinggi. Minsky (1986) menggambarkan contoh “agen” dengan membangun menara-menara diluar blok mainan – sebagai Pembangun. Tetapi dalam tingkatan yang lebih rendah, Pembangun tersusun atas “sub-agen” seperti Pemula, Penambah, Penyelesai, dan lain sebagainya , ini juga butuh “sub-agen” lagi yaitu Penemu, Pengangkat, Pemindah, dan seterusnya. Poinnya adalah dimana ini benar-benar merupakan struktur pikiran bisa secara global yang menebarkan kesadaran diri sebagai perwujudan individu? Seperti yang diungkapkan Varela, Thompson, dan Rosch (1991) di bagian kejadian mental dan pembentukannya, contohnya tindakan “agen” dan “sub-agen” yang memiliki koherensi dan integritas melewati batas waktu. Pemahaman kita soal koherensi dan integritas tentunya dalam ingatan kita, utamanya yang disebut Becker (1971:77-9) sebagai “dalam warta berita,”apa yang tetap diulas dalam mata hati kita sebagai pengalam an hidup, khususnya pengalaman yang meningkatkan harga diri, membuat kita merasa baik dan positif dengan diri kita sendiri (dengan kata lain, pengulangan sejarah yang terpilih dalam structural coupling). Tetapi tentunya, pengalaman hidup ini, baik positif maupun negative face hanya terjadi dalam interaksi 2 orang, konfigurasi bersama orang-orang, kembali memaksa dalam kesimpulan bahwa perbedaan yang mencolok antara diri individu dan pribadi sosial tidak dapat dipertahankan (Tetapi lihat Cohen (1994) untuk argumen lawannya. Ia berpendapat bahwa catatan rosaldo tentang Ilongot tak bisa dipertahankan. Seperti Harré dan Muhlhausler, ia menegaskan bahwa kesadaran pribadi individu yang terwujud sebagai sifat universal manusia, untuk berpendapat dan sebaliknya untuk membuat eksotis orang lain dan menolak karakter yang diinginkan diri kita. ia memperhatikan bahwa kejadian sosial apapun yang dilakukan bersama seperti ritual, setiap pastisipan memiliki pemahaman dan interpretasi kejadian yang berbeda, dan ini menunjukkan kesadaran diri. pengalaman individu dalam kejadian publik apapun benar tidak diragukan lagi, untuk menolaknya akan meniadakan pemusatan organisme manusia dan plastisitas luar biasa dalam sistem saraf dalam hal structural coupling. Bagaimanapun, pengalaman individu tidak dibuat oleh diri sendiri, tidak ada bukti sifat terikat universal apapun yang menyokong pengalaman ini.

Konstruksi Kepribadian


Sejak awal kurang lebih tahun 1980-an sejumlah besar karya di bidang antrologi karyatelah difokuskan pada perbedaan budaya dalam gambaran orang (Lihat Caerrithers, Collins, dan Lukes 1985; Geerts 1973, 1983, Gergen 1991; Gergen dan Davis 1985; Harris 1989; Kohut 1977; Kondo 1990; Marsella, Devos, dan Hsu 1985; myers, 1986; Read 1955, Rosaldo 1980an, 1984; Shweder and Bourne 1984; Spiro 1993; Taylor 1989; White and Kirkpatrick 1985; Wiergbicka 1993). Tak aneh lagi, semua volume telah diberikan dalam penelitian ini, kesepakatan penuh pada masalah yang dilibatkan tersebut belum dimunculkan, tetapi beberapa perbedaan mendasar berbagai macam kepercayaan pada budaya tentang keorangaan juga terlihat nyata. Lapisan dasar perbedaan budaya kelihatannya bergantung pada bagaimana diri tersebut tergambar dalam hubungan sosial (lihat Gergen 1990). Berdasarkan pandangan ini, kesempatan untuk memahami sifat diri tidak lewat individu atau keadaan jiwa mereka, contohnya kepercayaan, perasaan, maksud, tetapi lebih kepada kolaborasi sosial atau structural coupling dalam lingkungan sosial. Setiap orang tergantung pada yang lainnya, kelangsungan mereka tak lepas dari hubungan dengan yang lainnya, dan, Begitu pula seterusnya, hubungan tergantung pada praktik saling kerjasama antar peran sosial. Gergen (1990) menyebut jaringan kerjasama inti hubungan ini sebagai “sistem berkelanjutan diri dalam praktik kerjasama yang mana 2 orang atau lebih saling terkait” (Gergen 1990: 584-5). Gagasan tersebut sangat mengingatkan pada pemikiran biologi Maturana dan Varela (1987) tentang sistem mengorganisasi diri dalam structural coupling. Bagaimana hubungan inti dibentuk sebagian diperoleh melalui kemampuan berbicara (Gergen 1990: 584-5):

            Keadaan baik individu tidak bisa terlepas dari jaringan hubungan yang terkait dengannya. Karakter hubungan tergantung, begitu pula seterusnya, pada proses penyesuaian dan praktik menyesuaikan kembali. Akibatnya, bentuk hubungan tergantung pada praktik saling kerjasama.. sehingga, contohnya, ketika kita saling bertemu hari demi hari, praktik kita cenderung ke arah kerjasama. Gerakan mata, tangan, dan kaki, contohnya, atau jumlah kata yang kita ucapkan, volume, kecepatan dan seterusnya, semua merupakan proses saling bekerjasama.. Ketika kerjasama terjadi–saling bergantian dalam percakapan, menyesuaikan nada suara sehingga yang lain bisa mendengar dengan nyaman, berbicara dengan saling menerima pola kata, berjalan bersama dalam kecepatan yang mirip dan seterusnya –kita telah sampai pada inti bentuk hubungan.

Perhatikan bahwa kerjasama terjadi melalui tindakan naluriah yang terwujud pada individu kita.

Diatas telah dikemukakan pendapat tentang fungsi sosial, orang muncul benar-benar sebagai poin inti hubungan dalam sejarah structural coupling. Setiap dari kita mempunyai tindakan naluriah pola hubungan yang banyak dikembangkan dari sejarah structural coupling dengan yang lain. Ketika kita bertemu dengan seseorang, interaksi menjadi titik temu berbagai pola hubungan kita yang telah terjaring. Pola yang berkembang dalam hubungan kita akan disalurkan pada lingkup sistem yang lebih luas melalui proses structural coupling yang kita lakukan dalam pertemuan. Sapaan Wolof dalam pertemuan merupakan contoh yang bagus dari ini: bagaimana perbedaan status akan muncul dalam pertemuan yang betul-betul terbentuk dari oleh ketajaman status sosial kita yang telah ada sejak pertemuan sebelumnya, keduanya dengan lawan bicara sekarang dan orang lain yang tak terkira banyaknya.