Warisan Kantian

Sangat penting untuk menekankan bahwa kategori mental Kant adalah bawaan, struktur bangunan dan universal, semua fitur yang mereka bagikan dengan pandangan Platonis dan rasionalis sebelumnya. Dalam hal ini, Kant mengikuti tradisi ini. Karya Kant telah sangat berpengaruh dalam pemikiran Barat sejak zamannya. Tidak hanya filsafat, tapi juga ilmu perilaku dan ilmu sosial, seperti psikologi dan antropologi, umumnya memahami masalah dalam kerangka kerja yang sebagian besar dibangun di sepanjang garis Kantian. Memang, sebagian besar psikologi psikologi Kognitif saat ini tidak terbayangkan tanpa adanya pemahaman latar belakang yang diberikan oleh sintesis Kantian yang digambarkan di atas. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa semua teori psikologis dan antropologi secara ketat adalah Kantian. Jauh dari itu. Hanya saja pemikiran Kant yang sering tidak diakui karena teori mereka ini.

Banyak dari posisi teoretis yang kita temukan dalam ilmu pengetahuan kognitif modern seperti psikologi, ilmu pengetahuan, atau antropologi adalah amandemen, perluasan, atau kontradiksi pandangan Kantian. Sebagai contoh, posisi relativisme topik Bagian IV, berasal dari kontradiksi penalaran rasionalis Kant bahwa kategori mental bersifat bawaan, substantif, dan universal. Kita dapat membantah pandangan ini dalam bentuk yang kuat dan lemah, yang menyebabkan dua bentuk relativisme. Posisi yang kuat menyangkal semua kategori mental semacam itu dan mengklaim dalam pandangan empiris yang kuat bahwa mereka dipelajari melalui eksperimen Ence, sedangkan posisi lemah berpendapat bahwa beberapa kategori yang lebih umum dan abstrak mungkin bawaan, tetapi bahwa bentuk substantif sebenarnya yang disadari dalam pikiran mereka adalah hasil dari pengalaman. Perhatikan kategori ruang. Pandangan yang kuat menyatakan bahwa kita tidak memiliki pemahaman bawaan ruang sama sekali, bahkan sebagai gagasan abstrak untuk berada di suatu tempat, tapi memang begitu dipelajari melalui pengalaman yang terjadi di dunia. Dengan demikian, pandangan kuat ini mungkin tidak bisa dipertahankan. Bentuk yang lebih lemah berpendapat bahwa ruang sebagai beberapa gagasan abstrak berada di suatu tempat adalah bawaan dan universal, tapi di luar ini banyak substantif dan struktur-bangunan konsep dalam bidang ini  dipelajari melalui pengalaman.

Meski bukan pasangan yang diperlukan, pendekatannya timbul dari fenomena yang dekat dikaitkan dengan relativisme dalam mayoritas pemikiran modern. Seperti yang ditunjukkan di atas, Kant mengukuti Plato dalam menegaskan sebuah kontras yang tajam antara penampilan yang masuk akal dari hal-hal dan realitas pokok seperti benda-benda itu sendiri, dan selanjutnya menyatakan  bahwa pengalaman kita selamanya terbatas pada bekas. Fenomenologi berkaitan dengan perolehan akses terhadap benda-benda itu sendiri dengan sebuah pengurangan elemen fundamental yang membuat pengalaman itu sendiri. Sine qua non yang tidak dapat diperkecil lagi dari semua pengalaman tersebut merupakan sebuah kesadaran. Tapi tidak ada kesadaran dalam dirinya sendiri; kesadaran itu pasti ada dalam sesuatu. Semua kesadaran diarahkan, dan pengetahuan ada di dalam konteks orientasi terarah ini terhadap dunia. Shweder’s (1990) mengusulkan subdisiplin baru dari kebudayaan psikologi yaitu sebuah contoh yang baik dari sebuah teori kognitif dan ilmu pengetahuan yang terinspirasi secara fenomenologis. Baginya pemahaman manusia tertanam dalam kegiatan praktis sehari-hari di mana manusia berinteraksi satu sama lain dan hal – hal dari dunia. Pemikiran yang tertanam dalam kegiatan praktis ini; dalam arti “alat dan pikiran” (Shweder 1990: 23). Seperti praktik ini terkonstruksi secara membudaya dan pikiran tertanam di dalamnya, sejauh ini pengetahuan secara budaya terbentuk.

#kant

#immanuelkant

#kantian

#shweder

Sintesa Kantian

Agenda rasionalis juga berperan penting dalam disiplin ilmu lain yang berorientasi kognitif seperti antropologi dan psikologi, dan sintesis besar Kant (1958 [1781]) sangat penting di sini. Prestasi besar Kant adalah rekonsiliasi pandangan rasionalis / Platonis dengan gagasan filosofis empiris yang berlawanan, yang berpendapat bahwa pengetahuan diperoleh dengan pengalaman praktis yang masuk akal dan tidak diberikan alasan yang dimiliki secara tahan lama. Sekolah ini terwakili dalam tradisi Barat terutama oleh filsuf Inggris seperti Locke, Berkeley dan Hume, dan berlanjut untuk menjadi sangat berpengaruh di antara filsuf berbahasa Inggris saat ini. Kant sendiri agak rasionalis, tapi rasionalisme dan empirisme memengaruhinya. Memang, Kritiknya tentang pemikiran yang murni adalah upaya yang berani dalam memadukan kedua mazhab filsafat ini, walaupun hasil akhirnya lebih jelas dari sebuah risalah rasionalis, dalam mengemukakan konsep mental bawaan dan universal daripada teori empiris. Bertentangan dengan kaum rasionalis, Kant mengklaim bahwa pengetahuan tidak hanya dapat direduksi menjadi prinsip bawaan, namun seimbang, berlawanan dengan empiris, dia berpendapat bahwa pengetahuan bukanlah refleks dari pengalaman. Kita tahu dunia melalui konsep yang sering diberikan secara bawaan, namun tetap terlepas dari konsep kita. Karena pengetahuan kita tentang dunia dimediasi oleh konsep, kita tidak akan pernah bisa mengetahui secara langsung tentang hal itu; Kita hanya bisa memiliki pengetahuan tentang penampilan. Di sini muncul kembali kontras Plato antara penampilan yang masuk akal dan realitas ideal, namun Kant membantah Plato dengan mengklaim bahwa pengetahuan kita hanya melalui penampilan. Pengetahuan langsung tentang gagasan abadi yang ideal tentang kenyataan berada di luar jangkauan kita. Selanjutnya, apa yang secara langsung disajikan ke dalam pikiran bukanlah penampilan yang holistik dan prestructured, namun kesan yang masuk akal (persepsi, data sensorik, seperti suara, bau, gambar, dll.) masuk ke pikiran dari organ perasaan yang tepat. Ini merupakan perubahan terus-menerus untuk mengubah kesan/pengaruh yang tidak terorganisir. Sejauh ini, ini adalah posisi empiris, tapi dari mana, kemudian kemana, muncul pemahaman kita pada sebuah perintah, dapat diprediksi, dan tampilan realitas yang terstruktur?

Pada titik ini Kant menggunakan pemikiran rasionalisnya. Munculnya kenyataan adalah karena pengenaan konsep mental bawaan terhadap data persepsi organ indera kita. Pikiran kita membangun tatanan ini, seperti yang dikatakan oleh para rasionalis. Bawaan ini, sebelum diberi kategori umumnya bervariasi. Misalnya,  kita mengalami semua hal yang melekat dalam ruang dan waktu. Konsep-konsep ini adalah babak eksistensi kita, dan formatif dari semua pemahaman kita tentang realitas. Kategori bawaan pikiran mencakup gagasan matematis seperti konsep kuantitas (kesatuan, pluralitas dan totalitas), konsep modalitas (kemungkinan, eksistensi dan kebutuhan), dan konsep relasional (sebab dan akibat). Kategori ini mengarahkan apa yang pikiran bawa dalam perasaan untuk mengorganisasikannya. Dengan demikian, pengalaman kita adalah sebuah fungsi dari aktivitas pengorganisasian kognitif pikiran melalui gagasan yang diberikan sebelumnya dan pendistribusian, fungsi penerimaan data dari organ perasaan kita. Hubungan antara data sensorik mentah dan kategori bawaan yang diberikan sebelumnya disediakan oleh Kant yang disebut dengan skema. Skema ini memberikan prinsip yang menentukan bagaimana kategori yang sebelumnya diberikan dikaitkan dengan sebuah kesan sensoris tertentu, misalnya, bagaimana “warna merah” dikaitkan dengan sebuah kesan sensoris tertentu dari warna ini. Skema ini diaktifkan oleh data sensoris tertentu ini, namun masuk dalam kategori mental yang memberikan pemahaman koheren terhadap data ini, oleh karena itu sebuah pengalaman terjadi. Dalam terminologi modern, Kant telah meramalkan gagasan representasi mental, sebuah hubungan antara fisik, dunia sensorik dan struktur pemberi kategori pada pikiran (Gardner 1985). Hal ini merupakan gagasan sangat penting yang akan diulas kembali nanti.

#immanuelkant

#kant

#kantian

Antropologi Linguistik Untuk Menegaskan Psikis Manusia

Dalam prakteknya, hal ini utamanya melibatkan persatuan fundamental dalam fungsi mental semua manusia. Tapi bahkan sepintas lalu sekilas di dunia mengungkapkan bukan kesatuan, tapi keragaman, di semua tingkat perilaku budaya, sosial, dan bahasa manusia. Kontradiksi yang nyata ini telah dipecahkan dengan menerapkan perbedaan mendasar antara penampilan dan kenyataan, di balik keanekaragaman permukaan yang nyata terdapat kesatuan yang lebih dalam dan lebih nyata, dari mana keragaman permukaan yang dihasilkan, pada akhirnya, diharapkan, secara eksplisit dapat dilakukan.

Pandangan ini tidak berarti jika tidak bernilai dan tradisional, kembali ke Plato dan tercermin dalam perumpamaan gua yang terkenal dalam karya terkenalnya, The Republic. Sekelompok orang digambarkan menghabiskan seluruh hidup mereka di sebuah gua. Rantai membelenggu mereka sehingga mereka hanya bisa melihat dinding belakang gua. Api di belakang mereka menyebabkan bayang-bayang dilemparkan ke dinding, inilah yang bisa mereka lihat dari benda-benda di belakang mereka. Bagi Plato, perumpamaan ini merangkum sifat pemahaman manusia. Di luar perubahan dan keragaman hal-hal yang masuk akal di dunia ini merupakan bidang abadi dari bentuk dan gagasan yang murni dan lengkap. Pertimbangkan salah satu contoh Plato; Pengertian tentang persamaan. Tidak ada dua tongkat yang sama persisnya: dan bagaimanapun juga, tidak ada pengukuran yang bisa cukup akurat untuk menunjukkan hal ini secara meyakinkan. Gagasan tentang persamaan ada di luar manifestasi fisiknya di dunia material. Hal ini ada di dunia lain, gagasan, yang sempurna, murni, dan abadi muncul hanya untuk pikiran itu sendiri. Pengetahuan tentang gagasan ini adalah satu-satunya jenis pengetahuan sejati; Hanya yang abadi yang bisa diketahui, segala sesuatu yang lain tidak sempurna, kontingen. Akhirnya, gagasannya adalah penjelasan tentang dunia yang masuk akal. Apapun realitas yang ada di dunia material berasal dari gagasan di baliknya; Kursi bahan tertentu, misalnya, mendapat kenyataan sebagai kursi dari gagasan “kursi” di luar semua manifestasinya yang spesifik di dunia material.

Pandangan Plato memiliki pengaruh besar dalam sejarah pemikiran Barat dan dengan kedok modern, mereka terus melakukannya hari ini. Mereka biasanya diartikulasikan hari ini dalam bentuk modern yang diberikan oleh pemikir rasionalis abad ketujuh belas, seperti Descartes, Spinoza, dan Leibniz. Doktrin dasar rasionalisme adalah bahwa pengetahuan tentang dunia dapat dicapai dengan penalaran murni, tanpa daya tarik yang diperlukan untuk pengalaman dunia material. Hal ini dilakukan oleh anugerah bawaan dalam pikiran manusia dari kecakapan akal. Kecakapan akal mengandung konsep bawaan seperti substansi atau sebab-akibat, bukan berasal dari pengalaman, tetapi melalui apa yang kita pahami dari pengalaman tersebut. Karena ini adalah bawaan, manusia pada dasarnya diberikan bentuk yang sama, yaitu mereka universal. Dalam sebuah kerangka rasionalis, bawaan inilah alasan universal yang menarik perhatian, bukan perubahan yang terus menerus dari pengalaman yang masuk akal.

#plato

#descartes

#antropology

#linguistics

Dua Macam Kearifan dan Penjelasannya

Kearifan Melihat Pertanda Alam

Ketika kita mendengar dongeng legenda atau kisah-kisah sejarah zaman dahulu, bahwa kita itu orang begitu tinggi kepekaannya terhadap apa yang terjadi dengan alam. Mereka terbiasa menggagas kejadian alam dan mengurai maknanya. Untuk menganalisa kira-kira apa yang harus dilakukan sebuah kejadian. Hal ini bisa dianalogikan dengan sebuah kepekaan semut. Seperti saat menjelang musim penghujan tiba, banyak semut yang berbondong-bondong berderet bermigrasi dari tanah atau sela-sela ubin, menyusuri dinding, bergerak keatas untuk mencari sarang di sela-sela dinding atau langit-langit. Mungkin kita tidak pernah tau pertanda apa yang diterima pengindraan semut, sehingga mereka berpindah tempat tinggal dari bawah ke atas. Kita tahu bahwa kalau hujan tiba, tanah akan menjadi basah dan keadaan ini bisa berbahaya bagi komunitas semut. Sehingga mereka berpindah tempat tinggal dari bawah keatas. Kita tahu bahwa kalau hujan tiba, maka tanah akan menjadi basah dan keadaan ini bisa berbahaya bagi komunitas semut. Sehingga sebelum hujan tiba mereka memindahkan komunitasnya ketempat yang lebih tinggi. Dengan begitu sebenarnya telah memberikan penglihatan pentingnya sebuah pertanda alam, sehingga bisa memberikan kita pertimbangan-pertimbangan untuk melagkah dalam kehidupan.

Kearifan Dalam Menggapai Tujuan.

Kearifan melihat pertanda alam adalah upaya kita untuk melihat manusia sebagai bagian dari alam yang selalu berubah dan patuh pada keberulangan. Tetapi yang paling penting adalah kesadaran kita bahwa mausia ada yang menciptakan yaitu Tuhan Sang Pencipta. Kemudian dalam menjalani hidupi dunia ini, manusia harus melangkah. Arah inilah yang selalu menjaga kita agar tidak keluar dari koridor tujuan hidup kitadan konsisten menuju tuuan tersebut. Untuk itu, manusia harus bisa membiasakan diri untuk bisa mendefinisikan tujuan hidupnya. Apa misi dan visinya pada kehidupan di dunia ini. Kearifan ini adalah cermin dari sebuah gagasan pentingnya sebuah tujuan, visi dan misi, baik secara individu maupun kelompok.

#kearifan

Diejawantahkannya Filsafat Jawa

Kearifan yang terkandung dalam filsafat Jawa dapat dicontohkan dengan etika dalam kebatinan orang Jawa yang terdapat dalam serat pepali ki Ageng Sela. Menurut Ki Ageng Sela hidup di dunia harus di dasari degan keutamaan / keluhuran. Sedangkan untuk mencapai sebuah keluhuran dan keutamaan dapat diusahakan dengaan memperhatikan sikap sebagai berikut:

  1. Sembada

Dalam kebudayaan jawa, sembada adalah sikap manusia yang dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Bagi orang jawa, orang akan dipandang rendah ketika “ora sembodo”. Misalnya jika ia memang sanggup melakukan sesuatu hendaknya bisa melakukan meskipun dengan susah payah.

  1. Sabar-Andhap Ashar

Sabar mudah diucapkan tetapi sulit untuk dilalksanakan. Dalam kata sabar terkandung suasana hati tenang dan terkendali \, yaitu dapat mengalahkan sesuatu yang sangat besar dan sulit yang dapat mengantarkan keluhuran atau keutamaaqn seseorang. Andhap asar atau rendah hati biasanya adalah orang yang mau mengalah terhadap orang lain, yang juga dibutuhkan seseorang untuk mencapai keluhuran.

  1. Suka

Keluhuran seseorang tidaklah muncul secara otomatis, setapak demi setapak harus dilakukan dengan laku prihatin, misalnya denagn mengurangi nafsu makan dan tidur. Laku prihatin tersebut dapat lebih sempurna jika disertai dengan suka “gembira”. Karena mengarjakan sesuatu jika tidak didasari oleh kegambiraan tidak akan pernah menghasilka sesuatu yang baik.

  1. Karep

Dalam kehidupan, manusia senantiasa mempunyai karep atau keinginan, baik keinginan jahat maupun keinginan baik. Oleh karena itu Ki Ageng Sela menasehati agar manusia memiliki sikap etis yang sesuai dengan nilai kejawen, yaitu senang dengan kebaikan. Menurut Abdullah (1996: 26) keinginan baik akan selalu berhadapan dengan keinginan buruk untuk menjelmakan prilaku manusia. Dan manusia diharapkan tidak menganggap sesama manusia adalah musuh.

  1. Dalan Padhang

Seseorang haruslah menyingkirkan sesuatu yang negatif dalam hidupnya. Diibaratkan menyingkirkan perdu-perdu, duri atau lumut yang ada dijalan agar tidak membuat seseorang menjadi celaka misalnya dapat diwujudkan dengan memberikan sedekah kepada orang miskin, memberi petunjuk kepada orang bingung dan dilaksanakan dengan senang hati, tidak ada paksaan.

  1. Jiguh, ragu-ragu

Orang yang jiguh adalah orang yang menemui kesulitan yang muncul karena tidak dapat memutuskkan perkara dengan baik dan tepat. Dan kita harus dapat berlaku cerdik. Kalau kita tidak dapat mengambil sikap yang tepat kita akan terlambat sehingga ketika mati kita tidak akan dapat memanfaatkan apa yang telah kita cari dan kita dapatkan. Ada persoalan yang lebih tidak boleh disikapi denag ragu-ragu yaitu kehidupan akhirat. Dan hidup haruslah seimbang antara dunia dan akhirat.

  1. Ngutuh-Kumed, tak tahu malu-pelit

Orang yang tak tahu malu akan dijauhi oleh sesamanyakarena tidak pernah mau memperhatikan bahwa ia kan mati. Ia hanya berpikiran bahwa orang yang rilan (suka memberi) pasti akan melarat. Karena kekayaan duni tidak akan pernah habis jika memang dipergunakan untuk menolong manusia.

Filsafat Jawa dapat membawa kearifan seseorang. Kearifan merupakan sebuah kemauan untuk melihat rambu-rambu (hukum alam yang diciptakan Sang Pencipta, yang mau tidak mau kita akan tunduk kepadanya), kemauan merasakan, melihat, menggagas, dan kemudian patuh terhadap rambu-rambu itu. Manusia diciptakan memiliki akal untuk bebas manantukan pilihan. Tetapi apapun pilihan manusia akan selalu tunduk pada aturan main hokum almnya. Itulah yang dinamakan kearifan yaitu kemauan manusia untuk melihat dan bertindak sesuai alur hokum alam Sang Pencipta. Kearifan merupakan hasil dari filsafat Jawa,

#filsafat

#filsafatjawa

Pikiran, Univerlisme, dan Dunia Nyata

Tradisi Platonis-Rasionalis mengemukakan bahwa gagasan bawaan universal yang mendasari sebuah keanekaragaman pengalaman yang nyata dangkal adalah yang suci. Banyak keinginan mereka bekerja dalam ilmu sosial dan kognitif menganggap tradisi ini sebagai sebuah asumsi latar belakang yang sering tanpa diragukan lagi, di mana teori dilakukan, terutama dalam artikulasi Kantian yang mengasumsikan tingkat menengah representasi mental antara pengalaman indera dan neurologinya realisasi di otak. Kognisi dipahami sebagai penghitungan dengan menggunakan representasi mental ini, Universals of human kognition diturunkan untuk bawaan kendala pada properti dari representasi mental, perdebatan di sebagian besar karya modern dalam ilmu kognitif berputar di sekitar di mana untuk melokalisasi dan bagaimana untuk menyatakan kendala bawaan ini. Pendekatan terakhir, keterkaitan (connectiosm) dan enaksionisme, secara langsung menentang sentralitas representasi mental dalam kognisi ini, dengan alasan bahwa tidak perlu untuk ini tingkat keterwakilan menengah antara dunia sensorik dan neuron aktivitas dan kognisi harus dilihat sebagai hasil jaringan aktivitas, baik neuron (koneksi) atau keseluruhan organisme yang terkandung dan lingkungannya (enactionism).

Sebagai studi komparasi perihal universalisme, pikiran dan keindahan dunia serta implementasinya dalam kehidupan nyata, salah satunya adalah falsafah hidup dalam  budaya Jawa. Filsafat jawa mengandung ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat. Ajaran adiluhung tersebut biasanya terwujud dalam mutiara-mutiara kata orang jawa bisa berupa serat, kebudayan jawa, dan lain-lain. Dari ajaran adiluhung tersebut akan dapat mengantarkan seseorang untuk mencapai sebuah keutamaan, kesempurnaan dan kemulyaan. Dan dari sifat-sifa kearifan tersebut seseorang akan memperoleh kesuksesan. Jika disepakati bahwa filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam bentuk seni wayang, maka dalam wayang akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat jawa didalam pergelarannya, sehingga dasar ontologis bagi wayang adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan atau kearifan.

Di dalam tulisan Dr. Abdullah Ciptoprawiro dalam buku Filsafat Jawa. Beliau mengatakan bahwa isi buku itu menjadi sangat penting karena didalamnya merumuskan adanya sistem filsafat jawa. Beliau melihat bentuk pemikiran di Jawa dari jaman ke jaman, mulai masa pra-sejarah, sampai masa kemerdekaan Indonesia terdapat pola-pola universal yang mendasari filsafat jawa. Beliau sampai pada kesimpulan bahwa pola universal itu adalah usaha manusia untuk mencapai kesempurnaan atau kasunyatan. Oleh karena itu, pada era reformasi, dan demokratisasi pola-pola pemikiran yang universal itu bisa dipastikan tetap ada.

Jika disepakati bahwa filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam bentuk seni wayang, maka dalam wayang akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat jawa didalam pergelarannya, sehingga dasar ontologis bagi wayang adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan atau kearifan. Usaha untuk memperoleh kesempurnaan atau kearifan. itu tidak saja harus bersifat rasional dan empiris tetapi juga harus mengandung unsur rasa yang menjadi ciri khasnya.

#enaksionisme

#adiluhung

#jawa

#wayang

#ontologi

Perebutan Ibu Kota Kekaisaran Bizantium oleh Kekaisaran Ottoman

Konstantinopel

Jatuhnya Konstantinopel, yang juga dikenal sebagai penaklukan Konstantinopel, adalah perebutan ibu kota Kekaisaran Bizantium oleh Kekaisaran Ottoman. Kota itu direbut pada 29 Mei 1453 sebagai bagian dari puncak pengepungan selama 53 hari yang dimulai pada 6 April.

Tentara Utsmaniyah yang menyerang  melebihi jumlah orang Konstantinopel ini dipimpin oleh Sultan Mehmed II yang berusia 21 tahun kemudian dijuluki Sang Penakluk, sedangkan tentara Bizantium dipimpin oleh Kaisar Konstantinus XI Palaiologos. Setelah menaklukkan kota tersebut, Mehmed II menjadikan Konstantinopel sebagai ibu kota Ottoman yang baru, menggantikan Adrianople.

Penaklukan Konstantinopel dan jatuhnya Kekaisaran Bizantium adalah titik balik dari Abad Pertengahan Akhir, menandai akhir efektif dari sisa-sisa terakhir Kekaisaran Romawi, sebuah negara yang dimulai sekitar 27 SM dan telah berlangsung hampir 1500 tahun. Di antara banyak sejarawan modern, kejatuhan Konstantinopel dianggap sebagai akhir dari periode abad pertengahan. Kejatuhan kota ini juga menjadi titik balik dalam sejarah militer. Sejak zaman kuno, kota dan kastil bergantung pada benteng dan tembok untuk mengusir penjajah. Tembok Konstantinopel, khususnya Tembok Theodosian, adalah salah satu sistem pertahanan tercanggih di dunia saat itu. Selama 800 tahun, Tembok Theodosian, yang dianggap oleh para sejarawan sebagai tembok terkuat dan terbentengi di zaman kuno dan abad pertengahan, melindungi Konstantinopel dari serangan. Namun, benteng ini diatasi dengan penggunaan bubuk mesiu, terutama dari meriam dan pengeboman Utsmaniyah, menandai perubahan dalam perang pengepungan. Meriam Utsmaniyah berulang kali menembakkan bola meriam besar seberat 500 kg sepanjang 1,5 km yang menciptakan celah di Tembok Theodosian untuk Kesultanan Utsmaniyah. pengepungan

#salahuddinalayyubi

#konstantinopel

#bizantium

 

Makna Sebagai Enaksi pada Linguistik Antropologi

Makna enaksi adalah proses memberlakukan suatu makna baru dengan cara melihat hubungan erat antara yang diterangkan (bagian inti) dengan yang menerangkan (bukan inti). Pendekatan enaktif terhadap makna dan pengetahuan digagas oleh Maturana dan Varela (1987) dan Varela, Thompson, dan Rosch (1991). Beberapa contoh dari makna enaksi adalah:1) debat politik, debat politik memiliki makna enaksi berupa kekuatan (power) dari partisipannya didalam menyampaikan maksudnya bukan apa yang  dijelaskan (Duranti (1988b). Jadi bisa dikatakan makna enaksi dari debat politik adalah menunjukkan kekuatan ideology dari partipan (debat politik ⇒ makna enaksi: kekuatan ideology); 2) penerapan genre, misalnya penggunaan kata ‘pada jaman dahulu’ atau ‘ndek biyen’ cenderung merupakan tanda yang akan dibicarakan adalah cerita rakyat atau dongeng atau legenda.

Didalam pendekatan enaktif terdapat beberapa prinsip antara lain: 1) setiap orang memiliki domain kognitif, yaitu pengetahuan awal yang dimiliki yang berasal dari pengalaman pribadi masing-masing, 2) proses pemahaman tentang informasi merupakan kemampuan dalam memproses informasi yang berasal dari system saraf pusat (central nervous system), 3) kognisi adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi di lingkungan sekitar sebagai control dalam bertindak meskipun pemahaman tersebut bersifat abstrak, 4) representasi kehidupan didunia yang tergantung pada sebanyak apa yang sudah dilakukan terhadap lingkungan fisik. Hal ini sangat tergantung pada masing-masing perspektif, kemampuan, dan niat didalam memahami lingkungannya, 5) pengalaman bukanlah pengetahuan yang didapatkan setelah dilahirkan, tetapi bermula dari rasa ingin tahu terhadap sesuatu. Pengalaman memiliki peran yang sangat besar dalam pemahaman kognisi dan pikiran.

Enaktif kognisi adalah interaksi adaptif terhadap lingkungan  yang menunjukkan pola pikir kita yang ada di kepala kemudian terekspresikan pada perilaku. Enaktif kognisi diilustrasikan seperti tindakan berjabat tangan. Kita tidak bisa melakukan proses ‘berjabat tangan’ sendirian, kita membutuhkan partner dan tentu saja itu sengaja dilakukan. Kita tidak pernah berjabat tangan secara tidak sengaja. Saat kita berjabat tangan, kita dapat mengetahui secara kognisi: seberapa erat kita berjabat tangan, berapa lama dalam berjabat tangan, apakah mitra kita saat berjabat tangan dengan kita memiliki rasa percaya diri atau tidak, apakah mitra kita saat berjabat tangan dengan kita tampak ramah atau tidak, apakah mitra kita saat berjabat tangan dengan kita menunjukkan ketulusan atau tidak. Disitulah letak dari enaktif kognisi yang bisa kita pahami secara abstrak.

#linguistics

#anthropology

#enaksi

#enaktif

Makna Sebagai Representasi Mental

Disini kita membahas makna dari tanda budaya dan penerapan linguistik. Cara orang memandang sesuatu dengan menggunakan fungsi system nervous sebagai jalinan hubungan kedekatan dari perubahan-perubahan didalam relasi kegiatan diantara komponen-komponennya (Maturana dan Vrela, 1987:164). Biasanya makna mental ditunjukkan dalam penggunaan metafora. Yang dicontohkan oleh kedua peneliti tersebut adalah metaphor orang yang sedang berdansa. Saat berdansa, pasangan tersebut masih tetap kontinu merespon lingkungan dan memberlakukan perilaku yang berubah mengikuti berdasarkan perubahan didalam lingkungannya, misalnya mempercepat atau memperlambat gerakan berdasarkan perubahan ritme. Semuanya itu membutuhkan kepekaan terhadap lingkungan dan koordinasi yang baik didalam hubungan tersebut. Perilaku itu merupakan efek dari pentingnya sejarah dari pembentukan kebiasaan di lingkungan sekitar (Gibson, 1979).

Didalam lingkungan Jawa, makna sebagai representasi mental ini sangat tampak, misalnya kebiasaan masyarakat Jawa yang selalu perhatian di lingkungan sekitar. Berikut ini adalah contoh-contoh kegiatan di masyarakat Jawa yang menunjukkan makna ‘peduli terhadap sesama dan terhadap lingkungannya’ yang sering kita sebut dengan kearifan lokal. Contoh-contoh tentang kepedulian masyarakat Jawa terhadap lingkungan dan sesama saya ambil dari sebuah blog: jejakjejakhijau.blogspot.co.id/2012/ sebagai berikut:

  1. Pranoto Mongso

Perhatian petani terhadap lingkungan terutama untuk bercocok tanam dengan mengikuti tanda-tanda alam dalam mongso yang bersangkutan, tidak memanfaatkan lahan seenaknya sendiri meskipun sarana prasarana mendukung seperti misalnya air dan saluran irigasinya. (Makna sebagai representasi mental orang Jawa yang menjaga lingkungan alam sekitarnya, tidak boleh rakus dengan memanfaatkan alam secara terus menerus tanpa memperhitungkan kesuburannya)

  1. Nyabuk gunung

Cara bercocok tanam dengan membuat teras sawah yang dibentuk menurut garis kontur. Bentuk bercocok tanam seperti ini mencegah terjadinya longsor. (Makna sebagai representasi mental orang Jawa yang menjaga lingkungan alam sekitarnya)

  1. tong royongIstilah gotong royong berasal dari bahasa Jawa. Gotong berarti pikul atau angkat, sedangkan royong berarti bersama-sama. Sehingga jika diartikan secara harafiah, gotong royong berarti mengangkat atau mengerjakan sesuatu secara bersama-sama. Partisipasi aktif tersebut bisa berupa bantuan yang berwujud materi, keuangan, tenaga fisik, mental spiritual, ketrampilan, sumbangan pikiran atau nasehat yang konstruktif, sampai hanya berdoa kepada Tuhan (Makna sebagai representasi mental orang Jawa yang peduli terhadap sesama dan lingkungan).Didalam masyarakat Jawa ada beberapa sifat mental yang bisa dilihat atau diamati.
    1. Pemalu, sungkan tapi suka menyapa

    Orang Jawa suka senyum senyum dan mengangguk ketika berpapasan. Mereka suka menyapa namun biasanya jarang berani memulai percakapan.

    1. Pandai menjaga etika dan sopan santun

    Orang Jawa itu sopan, baik terhadap orang yang lebih tua ataupun terhadap sesama, mereka juga pandai menjaga etika ketika berbaur dalam lingkungan bermasyarakat. Merundukkan badan ketika berjalan didepan orang yang lebih tua sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Jawa sebagai wujud penghormatan, tata krama, dan sopan santun. Sikap tubuh yang merunduk ini juga merupakan tanda bahwa seseorang sungguh menghargai dan dapat menempatkan posisi dirinya.

    1. Orang Jawa itu pekerja keras dan penurut

    Bila ditinjau dalam lingkup perusahaan, orang Jawa adalah pekerja terbaik. Mereka mengerjakan apa yang seharusnya mereka kerjakan, tak pernah mengeluh, dan berdedikasi tinggi terhadap apa yang dibebankan padanya.

    Orang Jawa menganut filosofi hidup mengalir seperti air dengan menjalani kehidupan seolah tanpa beban dan tanggungan. Yang penting adalah bisa makan, ibadah, dan menghidupi keluarga.

    Sikap orang Jawa adalah sikapnya yang menerima apa adanya terutama dalam hal hubungan. Mereka menerima keadaan apapun dari pasangannya.

    Didalam keluarga, orang Jawa adalah orang-orang yangsuka mengalah.

    Wong Jowo kuwi gampang ditekak-tekuk. Orang Jawa mudah berbaur dengan orang-orang dari suku lain walaupun mereka agak pemalu dan sungkan. Kesopanan dan keramahan orang Jawa membuat orang-orang senang bergaul dengan mereka.

    Bahasa Jawa memiliki strata bahasa halus, sedang, dan kasar. Orang orang Jawa terutama yang berasal dari daerah Yogyakarta, Solo, dan Semarang dikenal dengan kehalusan dan kelembutan bicaranya.

    Banyak sekali tradisi-tradisi yang berawal dari leluhur jawa yang masih lestari dan dilakukan sampai sekarang. Beberapa tradisi tersebut merupakan symbol-simbol dari suau peristiwa penting di masa lalu atau bentuk rasa syukur yang dibingkai dalam sebuah acara.

    Kebiasaan masyarakat untuk menyantap makanan dengan menggunakan tangan dirasa lebih nikmat.

    Hidup mengalir seperti air Menerima apa adanya Suka mengalah, kalem, dan menghindari konflik Gaya dan nada bicaranya sopan Orang Jawa itu luwes Mempertahankan tradisi dan budaya Muluk/puluk

#antropologi

#anthropology

#javanese

#jawa

#linguistics

#linguistik

#orangjawa

Makna Alam dalam Linguistik Antropologi

Konsep makna disini adalah pemahaman terhadap suatu tanda yang identik dengan kata ‘berarti’ atau didalam bahasa Inggris menggunakan verba “mean” dan didalam bahasa Jawa menggunakan istilah “tegese” seperti contoh dibawah ini (bahasa Inggris dan bahasa Jawa):

  1. Those clouds mean rain; mendung tegese arep udan
  2. Red means stop; abang tegese kudu mandek
  3. I didn’t mean what I said; duduk iku karepku
  4. I didn’t mean to say it. It just slipped out; aku ora karep ngomong kuwi, keprucut.

Untuk memahami tanda itu merupakan hal yang sudah umum dan dipahami oleh kelompok sosial. Tidak hanya berupa tanda, tetapi untuk ucapan juga perlu dimaknai dengan benar agar tidak terjadi kesalahan dalam menginterpretasikan makna. Terdapat beberapa tanda verba tertentu yang mengindikasikan maksud tertentu.

Terdapat beberapa verba yang memiliki makna proses material yaitu makna melakukan sesuatu dan makna kejadian. Jika ada orang yang menggunanakan verba ini maka dapat diartikan bahwa orang tersebut telah melakukan suatu kegiatan. Beberapa verba yang bermakna proses material misalnya membuat, mengembangkan, mendisain, mengirim, memetik, menendang, dan sebagainya. Berikut ini contoh-contohnya didalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa yang saya ambil dari buku semiotika sosial (Santosa, 2003: 79-80 tanpa modifikasi):

My father went to work

They gave a book to me

They play tennis

The house was built for her by him

 Tono berlari

Ayah membuat mainan untuk adik

Tono menyanyikan sebuah lagu

Surat itu dikirim oleh dia

Bapak lan ibu lagi dhahar

Ibu masak sego

Dewekne lagi munggah gunung

Sayure dimasak kanggo Tono

Verba selanjutnya yaitu verba yang menunjukkan proses mental. Proses mental adalah proses berpikir, mengindera, dan merasa. Didalam bahasa Inggris, proses mental bekerja secara dua arah tetapi didalam bahasa Indonesia dan bahasa Jawa tidak demikian. Berikut ini contoh-contoh dalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa yang saya ambil dari buku semiotika (Santosa, 2003: 81 tanpa modifikasi)

He likes it. It pleases him

They believe him. He convinces him

Mereka mempercayainya tidak pernah *ia mempercayakan mereka

Deweke seneng Marni tidak pernah *Marni nyenengke deweke

Berikutnya adalah verba yang menunjukkan proses verbal. Proses ini adalah proses berkata murni, tidak ada unsure perilakunya. Kata kerja dalam proses verbal adalah say, ask, tell, berkata, bertanya, ngomong, takon. Berikut ini adalah contoh-contoh didalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa

They said that it was good

Ayah menanyakan itu kepada Ibu

Bocah kuwi kanda ngono kuwi marang aku

Proses selanjutnya adalah proses perilaku verbal yaitu proses perilaku yang menggunakan verbal didalam melakukan tindakan, misalnya menyarankan, mengklaim, mendiskusikan, menjelaskan. Berikut ini contoh-contoh dari proses perilaku verbal yang saya ambil dari buku semiotika didalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa (Santosa, 2003 tanpa modifikasi):

The government claimed it’s the right thing to do

Bapak menyarankan seperti itu kepadaku

Masane ngundhat-undhat bantuan pemerintah sing sethithik

Sedangkan untuk proses perilaku mental lebih merupakan gabungan antara proses mental dan materi. Verba yang masuk dalam proses ini adalah menyelidiki, mempelajari, mengecek, meneliti, mengabdi, dan sebagainya. Berikut ini contoh-contoh yang saya ambil dari buku semiotika didalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa,

The police are investigating the case

Mereka sudah meneliti daerahnya

Bapak lagi ngecek knalpote sing rusak

Proses yang lainnya adalah proses relasional. Proses ini adalah proses yang menghubungkan antara partisipan yang satu dengan partisipan yang lain. Berikut ini contoh-contoh yang saya ambil dari buku semiotika didalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa.

They are very angry

It matters

John is the actor

Rumah itu sangat mewah

Ayah menjadi marah

Kasus itu menunjukkan kerapuhannya

Bapake ing omah

Ibu dadi wedi marang kowe

Kasus kuwi ngandharake yen dheweke asor

Proses yang terakhir yaitu proses eksistensial. Proses ini menunjukkan adanya sesuatu. Didalam bahasa Inggris ditunjukkan melalui subjek gramatikal there is/there are/exist. Didalam bahasa Indonesia dimulai dengan kata ada atau terdapat atau muncul. Didalam bahasa Jawa ditunjukkan dengan struktur klausa yang dimulai dengan ana.

There are some students in the class

Ebola existed in Ethiopia

Ada masalah penting di instansi kita

Penyerangan itu muncul didaerah selatan

Ana telung perkara ing kantor kuwi

Penyakite ana ing geger

Tanda itu juga muncul hanya berupa gerak tubuh seperti pada saat orang mengangguk maka itu merupakan pertanda bahwa ia setuju, ia paham, atau ia mengetahui tentang sesuatu. Ini disebut sebagai representasi mental (mental representation) atau cermin alam (mirror of nature) yang menjadi pokok penerapan tanda pada domain bahasa dan budaya.

 #linguistik

#linguistics

#antropologi

#anthropology