
Apapun yang berasal dari selain Allah dan Rasul-nya, baik lisan maupun tulisan, omongan maupun goresan pena di atas kertas dan buku-buku atau yang lainnya, ia tidak lebih dari sebuah penjelasan yang belum final. Maka, selamanya, baik omongan maupun tulisan manusia itu, tidak akan memberikan jawaban terhadap apapun secara pasti. Oleh karenanya, hendaknya masing-masing orang siapapun orangnya, sedapat mungkin menghindarkan diri dari sebuah keterjebakan diri dengan menolak keras, bahkan mengoloknya; Atau, justru sebaliknya, berpegang teguh terhadap kata-kata atau tulisan siapapun selain yang dari Allah dan Rasulnya, itu. Sebab, apa yang dikata dan atau ditulis oleh seseorang, tidak mungkin bisa mengungkap secara total terhadap apa yang dirasakan oleh orang yang bersangkutan.
Baik omongan maupun tulisan orang itu, akan selalu mengalami perubahan, seiring dengan perubahan pengalaman dan kemampuan dirinya di dalam mengungkapkan terhadap apa yang dirasakan, itulah yang secara lazim disebut dengan pengetahuan.
Oleh karenanya, hendaknya seseorang itu, mengambil sikap “antara” atau tengah-tengah. Artinya, terhadap apa saja yang didengarkan dan dibaca, semua dikembalikan kepada rasa yang ada di dalam dirinya sendiri masing-masing dengan berpegang teguh terhadap kitab atau catatan Allah melalui sunnah rasul-Nya, yaitu iman yang bersifat shidiq, amanah, tabligh dan fathonah, serta ilmu yang bersifat tau ada di dalam dada diri masing-masing manusia, dan nikmat yang selalu merasa (QS Al Baqoroh 2 : 143), (QS Ar Rahman 55 : 13-16…), (QS Al ‘Ankabut 29 : 49).
Maka, segeralah setiap diri masing-masing orang itu, melepaskan diri dari pengetahuan yang menuntut untuk membaca apa yang di luar diri, dengan kembali kepada illmu yang mengajaknya untuk membaca apa yang di dalam diri (QS Al Isra” 17 : 14).
Sebab, Allah dan Rasul-Nya banyak membicarakan apa yang di dalam diri (hati), sedangkan manusia banyak bicara apa yang di luar dirinya. Allah dan Rasul-Nya menyuruh kita untuk “wirid” atau banyak membaca kitab (catatan) di dalam diri, sedangkan kita banyak membaca catatan tulisan di atas kertas dan buku-buku terbitan atau karangan dan karya manusia.
Bacalah catatanmu itu, ia benar dan terpercaya serta ia tau dan bisa merasa, ia di dalam dada diri masing-masing manusia, bukan di atas kertas atau tulisan manusia (QS Al Baqoroh 2 : 2).
Maka, kitabmu itu adalah catatan dan ukiran yang dicatat dan diukir oleh-Nya, sehingga catatanmu itu tidak ada sedikit pun apa yang diragukan di dalamnya. Sedangkan tulisan manusia atau omongnya, itu banyak terdapat di dalamnya keraguan.
Lalu, kenapa kita memperbanyak membaca yang banyak keraguan, itu..?.