Konsepsi ruang sangat bergantung pada background knowledge yang mungkin berdasarkan biologis, semesta, sehingga pada dasarnya sama dalam semua bahasa dan budaya. Dengan kondisi semesta dan relung ekologis kita sebagai makhluk yang telah diklaim bahwa kita cenderung membayangkan sumbu dalam istilah relativistik dan egosentris yang diproyeksikan dari ego, titik referensi pusat deiksis untuk semua perhitungan ruang di sepanjang dua sumbu horizontal dan satu vertikal. Dengan demikian, istilah universal mengenai konsep ruang dalam hipotesis (Foley, 1997) ini seperti pada bahasa Inggris dan bahasa-bahasa Eropa, istilah seperti KIRI-KANAN, DEPAN-BELAKANG seharusnya tidak hanya bersifat semesta pada leksikalnya di antara bahasa-bahasa dunia, namun penggunaannya sebenarnya harus sejajar dengan istilah bahasa Inggris.
Jika demikian, dalam bahasa Angkola juga mengenal istilah yang sama. Penyebutan istilahnya adalah SIAMBIRANG-SIAMUN ‘KIRI-KANAN’ dan JOLO-PUDI ‘DEPAN-BELAKANG’. Kesemestaan ruang juga dialami oleh bahasa Angkola.
Referensi
Foley, William A. 1997. Anthropological Linguistics: An Introduction. China: Blackwell Publisher Ltd.
Proyek Silverstein pada dasarnya adalah perluasan Prinsip Relativitas Linguistik di luar nilai referensial kategori gramatikal untuk memasukkan sifat pragmatis indeksikalnya. Dia menggabungkan ini dengan tema lain yang diwarisi dari karya sebelumnya dalam tradisi Boasian. Hal ini relatif tidak dapat diakses oleh kesadaran akan kategori linguistik dan penjelasan sekunder yang konsekuen. Silverstein (1981) mengembangkan tipografi kategori gramatikal dalam hal aksesibilitas mereka terhadap kesadaran. Silverstein mengklaim bahwa penutur dapat lebih mudah menyadari bit of speech yang memiliki komponen referensial yang tinggi (yaitu relatif mudah dalam glossing metasemantic) sesuai maknanya, misalnya lexemes lambang nominal dan verbal. Bits of speech yang maknanya lebih pragmatis dan indeksikal, misalnya partikel seperti kata ganti dengan perbedaan kesopanan.
Prinsip Relativitas Linguistik kemudian berubah menjadi sebuah pernyataan tentang bagaimana perbedaan antara makna antara kategori-kategori gram-makro ini (dan parameter-parameter lain seperti segrnentabilitas) dalam berbagai bahasa menyebabkan pola perizinan kognitif yang berbeda dan pada akhirnya menghasilkan sistem pengayaan ideologis yang berbeda. “Dunia” merupakan kendala eksposur. Fakta bahwa siklus waktu diperlakukan secara linguistik sehubungan dengan kategori gramatikal jumlah, seperti objek dalam bahasa Inggris, menyebabkan kedua siklus dan objek dipahami melalui peruntukan kognitif untuk menjadi serupa dengan cara tertentu. Hal ini kemudian diproyeksikan dari refleksi sadar ke dalam ideologi dan konseptualisasi yang meniru berulang interval waktu dengan cara seperti beberapa tanda dari sejenis objek (Whorf dalam Foley, 1997).
Kontribusi penting Silverstein di sini adalah untuk menguraikan teori struktur linguistik dan makna yang dapat diberi parameter sehubungan dengan kemungkinan dan arah dari proses pengambilan kognitif semacam itu. Hal ini terlihat dari jamak dalam bahasa Inggris yang sangat tinggi dalam hal parameter aksesibilitas terhadap kesadaran. Akhirnya, gagasan Silverstein mengklaim bahwa ciri struktur dalam bahasa mengarah pada konsep tentang struktur “dunia”- pandangan Whorfian yang sepenuhnya.
Hermeneutika atau pengiterpretasian berkaitan erat dengan kategori gramatikal. Mulai dari penggunaan tunggal atau jamak, nomina, verba, adjektiva, dan sebagainya. Pemahaman kategori gramatikal yang baik akan menghasilkan penginterpretasian yang baik pula. Para pakar linguistik antropologi telah melakukan pemetaan terhadap kata-kata dari bahasa Indo Eropa dan membuat arti kata-katanya (Foley, 1997).
Salah satu cara untuk memahami hal ini dengan lebih sederhana adalah sebagai berikut.
Kata almoire dalam bahasa Perancis adalah cikal bakal kata lemari dalam bahasa Indonesia. Sebelum menjadi kata lemari terlebih dahulu diucapkan dengan kata almari kemudian terakhir menjadi kata Kemudian diadaptasi oleh bahasa Angkola menjadi kata lamari.
Kata mabit dalam bahasa Arab yang berarti bermalam, merupakan salah satu kegiatan berhaji yaitu mabit di Mina ‘bermalam di Mina’. Kata mabit diadaptasi oleh bahasa Angkola menjadi mebat tetapi artinya memang bermalam hanya saja bermalam yang dimaksud adalah bermalamnya pengantin pria dan wanita ke rumah pengantin wanita setelah mereka menikah.
Kata on the cost dalam bahasa Inggris artinya adalah atas biaya. Jika dibaca dengan cepat, maka secara fonologis akan terdengar seperti bunyi ongkos dalam bahasa Indonesia dan juga digunakan dalam bahasa Angkola yang artinya biaya.
Kata mengangkat dalam bahasa Indonesia terdiri dari dua morfem, yaitu {meng-} yang berfungsi sebagai prefiks penanda aktif dan {angkat} yang berfungsi sebagai verba yang memindahkan sesuatu dari bawah ke atas. Dalam bahasa Angkola, kebetulan memiliki kosakata yang sama dengan bahasa Indonesia, khusus pada kata angkat Namun, perbedaannya adalah pada prefiksnya. Jika dalam bahasa Indonesia menggunakan meng- maka dalam bahasa Angkola menggunakan mang- sehingga menjadi mangangkat, yang terdiri dari {mang-} dan {angkat}.
Dengan demikian, pemahaman grammar memang sangat mendukung dalam menghasilkan interpretasi yang baik. Karena jika ditarik benang merah, akan ditemukan persamaan walaupun sangat tipis, dan itu akan menjadi petunjuk untuk membantu interpreter dalam menerjemahkan bahasa sasaran yang ingin dianalisis.
Referensi
Foley, William A. 1997. Anthropological Linguistics: An Introduction. China: Blackwell Publisher Ltd.
Pencarian jembatan sebagai sarana untuk memahami bahasa dan budaya tidak selalu mudah ditemukan. Namun, yang dapat menjembatani hal ini adalah latar belakang kepercayaan dan pemahaman universal bagi setiap manusia. Misalnya, Putnam (1981) mencoba membangun jembatan pemahaman melalui ilustrasi perbedaan suhu dengan pemahaman ilmu modern pada abad ketujuh belas. Sayangnya, mengingat konsep suhu pada dewasa ini dengan konsep suhu pada abad ketujuh belas sangat berbed, maka akan menghasilkan penerjemahan yang berbeda. Yang menjembatani adalah suhu, namun konsep berpikirnya berbeda karena zamannya sudah sangat berbeda, otomatis penerjemahan dan interpretasinya pun masing-masing akan berbeda (Foley, 1997).
Misalnya, kata ulang dalam bahasa Indonesia memiliki konsep berpikir sesuatu pekerjaan yang dilakukan beberapa kali, tetapi dalam bahasa Angkola, kata ulang memiliki konsep berpikir sebagai kata imperatif yang berarti jangan; jangan lakukan; hentikan. Sungguh sangat berbeda konsep berpikir dari dua bahasa ini, bagaimana menjembatani penerjemahannya? Saya sepakat dengan membuat ilustrasi akan membantu memudahkan pemahaman dari masing-masing penutur bahasa yang berbeda. Karena dengan ilustrasi, setiap bahasa dan budaya akan dapat membayangkan konsep berpikir yang sama, sehingga mampu menghasilkan pemahaman yang sama pula.
Referensi
Foley, William A. 1997. Anthropological Linguistics: An Introduction. China: Blackwell Publisher Ltd.
Relativisme adalah pandangan filosofis terhadap pengalaman hidup manusia. Hal ini dimediasi oleh budaya yang memainkan peran penting dan determinatif dalam fungsi kognitif. Menurut pandangan relativisme, pengetahuan diperoleh melalui skema konseptual yang terdiri dari teori umum dan ilmiah, linguistik dan budaya, dan praktik sosial yang diperoleh sebagai hasil pengalaman hidup seseorang yang mencakup budaya, bahasa, ruang, dan waktu. Salah satu bentuk relativisme yang paling berpengaruh dalam linguistik dan antropologi adalah Neo-Kantianisme. Paham ini menekankan pada kategori pengorganisasian mental yang timbul dari teori, bahasa, atau perbedaan sistem budaya yang mencerminkan kepentingan manusia. Karena itu, pengalaman adalah aktivitas umum, fakta sosial, yang tercantum dalam kategori bahasa dan budaya (Foley, 1997).
Apabila ditelaah dari sudut pandang agama agama Islam, relativitas sudah ada dalam Alquran, yaitu pada firman Allah swt. yang berbunyi:
“…. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung.” (Q.S. Al-Hajj:47).
“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanyaNya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” (Q.S. As-Sajdah:5).
“Yang datang dari Allah, yang mempunyai tempat-tempat naik. Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.” (Q.S. 70:3-4).
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya. Padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. An-Naml:88).
“Allah bertanya: ‘Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?’ Mereka menjawab: ‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.’ Allah berfirman: ‘Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui’.” (Q.S. 23:122-114).
Teori relativitas ini sudah ditelaah oleh Al Kindi “Kita tak dapat mengatakan bahwa sesuatu itu kecil atau besar secara absolut. Tetapi kita dapat mengatakan itu lebih kecil atau lebih besar dalam hubungan kepada objek yang lain”, tutur Al-Kindi. Kesimpulan yang sama diungkapkan Einsten sekitar 11 abad setelah Al-Kindi wafat, “Eksistensi dunia ini terbatas, meskipun eksistensi tak terbatas,” papar Einstein (Ruslan, 2012).
Berdasarkan pemaparan di atas, pengalaman itu menghasilkan proses mental yang relatif bagi setiap orang. Misalnya, sesuatu makanan itu enak bagi si A, belum tentu enak bagi si B. Hal ini karena pengalaman budaya dan bahasa antara si A dan si B berbeda. Dengan demikian, memahami teori budaya (dalam hal ini antropologi) akan sangat membantu untuk memahami bahasa (dalam hal ini linguistik) suatu komunitas, sehingga kerelatifan dari sesuatu hal dapat lebih mudah dipahami agar terjalin komunikasi dan kerjasama yang baik. Karena pada hakikatnya, pengetahuan antropologi dan linguistik itu berguna untuk memberi kemudahan bagi kehidupan manusia.
Referensi
Foley, William A. 1997. Anthropological Linguistics: An Introduction. China: Blackwell Publisher Ltd.