Tanda alamiah linguistik meliputi tiga hal yaitu icon, index, dan symbol. Ada hubungan triadic didalam teori tentang tanda yang dinamakan dengan istilah semiotik yaitu tanda dipilih (representation), makna tanda (interpretation) dan objek itu sendiri (Pierce (1839-1914), misalnya: sebuah sepatu. Sepatu direpresentasikan berbeda-beda oleh setiap orang karena ada banyak jenis sepatu yaitu sepatu high heels atau sepatu fantofel, sepatu boots, sepatu sandal, dan sebagainya. Oleh karena itu, Pierce memperhitungkan keambiguitasan sebuah tanda, misalkan: jika seseorang menyebutkan kata “tas”, maka orang dapat melihat dari latar belakang orang yang menyampaikan pesan, ada beberapa faktor seperti gender, usia, tempat tinggal yang mempengaruhi pengertian “tas” tersebut. Pierce membuat komunikasi lebih mudah karena tidak akan terjadi kesalahpahaman dalam mengartikan sebuah objek.
Dalam objek, ada tiga hal penting yang harus diperhatikan sebelum memaknai sesuatu yaitu : 1) Ikon yaitu sebuah tanda yang memiliki kemiripan “rupa” dengan wujud nyatanya. Penggambaran ikon ada dengan dua cara, yaitu ilustratif (sesuai bentuk aslinya) dan diagramattik (dalam bentuk penyederhanaan). Contoh : pohon, gunung, daun, tempat sampah, buku, dan sebagainya; 2) Indeks yaitu tanda yang menunjuk kepada sebuah arti, indeks sering juga disebut sebagai “petunjuk”. Contoh : marka jalan, lampu lalu-lintas, plang nama jalan, dan sebagainya; 3) Simbol yaitu tanda yang bersifat mewakili sebuah hal yang lebih besar yang ada dibelakangnya. Simbol juga biasanya menunjukkan arti yang telah disepakati bersama dan setiap orang mengetahui makna tersebut,
contoh : logo perusahaan, simbol-simbol keagamaan (salib, bangunan mesjid, kitab suci), dan sebagainya.
Didalam pemaknaan tanda, kajian pragmatik dilakukan untuk melihat pilihan index yang juga harus mempertimbangkan prinsip kerjasama dimana index dan symbol dapat di interpretasikan dengan cara yang berbeda didalam konteks yang berbeda pula jika tanda, symbol, dan index berada dalam bentuk tuturan yang penuh. Di dalam berkomunikasi dengan orang lain sehari-hari, kita sering mendengarkan orang yang berbicara kepada kita dengan kalimat yang tidak utuh yang tidak bisa kita kelompokkan ke dalam kalimat pernyataan ‘declarative’, kalimat tanya ‘interrogative’ maupun kalimat perintah ‘imperative’. Namun, kita sudah dapat mengerti maksud perkataan orang tersebut. Sehingga banyak kalimat yang dihasilkan didalam percakapan yang tidak bisa dianalisa secara linguistik yang menyebabkan kalimat-kalimat tersebut dibuang didalam keranjang sampah ‘waste basket’ dan kalimat-kalimat itu disebut pseudo-statements. Sehingga sampai muncullah teori pragmatik karena pragmatics merupakan studi yang bersifat triadic yaitu dengan melihat dan memahami kalimat melalui bentuknya (form), maknanya (meaning), dan konteksnya (context). Berikut ini contoh-contoh kalimat pragmatik yang menunjukkan icon, index, dan simbol:
- Saiki wis jam 06.30 (seorang ibu kepada anaknya di jam berangkat sekolah)
Dari contoh kalimat diatas, kita dapat melihat konteksnya sebagai berikut: 1) penutur: ibu; 2) mitra tutur: anak; 3) tempat terjadi penuturan: di dapur; 4) benda-benda yang ada disekitar penuturan: meja makan, makanan, dan minuman; 5) latar pengetahuan ‘background knowledge’: ibu dan anak mengetahui bahwa jam masuk sekolah adalah jam 7, sedangkan waktu untuk makan pagi sebelum berangkat ke sekolah adalah jam 6.30.; sedangkan untuk bentuknya adalah dalam kalimat perintah; dan maknanya adalah ibu menyuruh anak beliau untuk segera makan pagi (rutinitas) karena sudah jam 6.30 sebelum berangkat ke sekolah.
- Mbok, kula dibungkus lontong lombok kaleh (seorang pembeli kepada penjual rujak)
Dari contoh kalimat diatas, kita dapat melihat konteksnya sebagai berikut: 1) penutur: pembeli; 2) mitra tutur: penjual rujak; 3) tempat terjadi penuturan: di warung; 4) benda-benda yang ada disekitar penuturan: buah-buahan, lontong, petis, kerupuk, meja makan, makanan, dan minuman; 5) latar pengetahuan ‘background knowledge’: penjual dan pembeli sudah tahu bahwa ada rujak iris/tidak diberi lontong dan rujak yang diberi lontong; sedangkan untuk bentuknya adalah dalam kalimat pemberitahuan informasi/meminta sesuatu; dan maknanya adalah pembeli memberikan informasi kepada penjual bahwa dia memesan satu bungkus rujak dengan diberi lontong untuk dibawa pulang.
- Wetengku wis lesu. Saiki wis jam 12, ayo tak traktir mangan nang kantin.
Dari contoh kalimat diatas, kita dapat melihat konteksnya sebagai berikut: 1) penutur: laki-laki; 2) mitra tutur: perempuan yang disukai oleh laki-laki tersebut; 3) tempat terjadi penuturan: di tempat kerja; 4) benda-benda yang ada disekitar penuturan: meja kerja, kursi; laptop; 5) latar pengetahuan ‘background knowledge’: laki-laki dan perempuan itu mengetahui kalau jam 12 adalah jam istirahat kerja, dan lelaki tersebut mengajak perempuan yang disukainya untuk makan bersama dengannya untuk pendekatan atau memperoleh perhatian dari perempuan tersebut.
#semiotics
#semiotika
#ikon
#indeks
#simbol