Sejatinya kita sebagai manusia harus menyadari bahwa perjalanan hidup kita di dunia ini akan bertemu “titik akhir” berupa kematian. Pada saat kematian itu tiba, maka sirnalah segala kenikmatan hidup. Dan dimulailah awal perjalanan kita menuju akhirat. Sungguh sangat mengherankan jika ada manusia lebih memilih dunia daripada akhiratnya. Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. Betapa banyak manusia sibuk mengejar dunia dan melupakan akhirat. Mereka bersemangat untuk mendapatkan dunia, meskipun harus dengan meninggalkan kewajiban yang disyariatkan Allah Ta’ala. Mereka kemudian terbenam dalam kubangan syahwat dan maksiat. Mereka lupa untuk bersyukur kepada Dzat yang telah memberi segala kenikmatan.
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُالْآَخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya ?(QS. al-An’am : 32)
✍️ Agama Islam telah memberikan tuntunan bahwa kehidupan di dunia ini laksana bercocok tanam di mana hasilnya akan dinikmati di akhirat. Siapa yang menanam kebaikan ia akan memperoleh kebaikan dan siapa yang menanam keburukan, maka diapun akan mendapatkan hasil dari keburukan yang ia tanam. Betapa banyak orang yang berlomba-lomba untuk dapat hidup sukses di dunia, tetapi sangat sedikit yang bersusah payah untuk dapat hidup sukses di akhirat. Jika untuk kehidupan dunia, manusia umumnya tak kenal lelah, tetapi untuk kehidupan akhirat begitu berat kaki melangkah untuk ibadah. Dalam kitab Nasho’ihul Ibad disebutkan peringatan Rasullah saw kepada umatnya, yang berbunyi
سَيَأْتِى عَلَى اُمَّتِى زَمَانٌ يُحِبُّوْنَ الْخَمْسَ وَ يَنْسَوْنَ الْخَمْسَ يُحِبُّوْنَ الدُّنْيَا وَ يَنْسَوْنَ اْلآَخِرَةَ , يُحِبُّوْنَ الَحَيَاةَ وَ يَنْسَوْنَ الْمَوْتَ , يُحِبُّوْنَ الْقُصُوْرَ وَ يَنْسَوْنَ الْقُبُوْرَ , يُحِبُّوْنَ الْماَلَ وَ يَنْسَوْنَ الْحِسَابَ , يُحِبُّوْنَ الْخَلْقَ وَ يَنْسَوْنَ الْخَالِقَ
“Akan datang pada umatku suatu masa di mana mereka mencintai lima perkara dan melupakan lima perkara pula. Mereka mencintai dunia dan melupakan akhirat. Mereka mencintai kehidupan dan melupakan kematian. Mereka mencintai gedung-gedung mewah dan melupakan kuburan. Mereka mencintai harta benda dan melupakan hisab (perhitungan amal di akhirat). Mereka mencintai makhluk dan melupakan penciptanya (Khaliq) ”.🙏
👉 Sungguh tepat prediksi Rasulullah SAW tersebut. Di zaman modern sekarang ini sangat mudah kita jumpai manusia-manusia seperti yang digambarkan Rasulullah SAW tersebut. Bahkan mungkin, sosok yang digambarkan Rasulullah SAW itu adalah diri kita sendiri. Ya, disadari atau tidak, sebagian besar dari kita sangat mencintai dunia dan sering melupakan akhirat. Kita lebih mencintai kehidupan dan melupakan kematian. Kita berbangga diri dengan kemewahan rumah yang kita miliki, sementara kita lupa bahwa kelak kita akan mati dan berada di dalam kubur, rumah masa depan kita. 🌷
👉 Kita tumpuk pundi-pundi kekayaan sebanyak-banyaknya, tetapi kita lupa bahwa kelak di akhirat akan ada yaum al-hisab (hari perhitungan), dimana seluruh harta yang kita miliki akan dimintai pertanggung-jawabannya di hadapan Allah. Kita akan ditanya darimana semua harta yang kita miliki berasal, dan untuk apa harta tersebut dibelanjakan ?
👉Sesungguhnya, barang siapa yang mendahulukan akhiratnya, maka ia akan mendapatkan kenikmatan akhirat dan kenikmatan dunia sekaligus. Hal ini mudah bagi yang diberi kemudahan oleh Allah swt. Dan semoga kita termasuk orang-orang yang diberi kemudahan oleh Allah swt. untuk beramal shalih. Karena sesungguhnya, orang yang meninggalkan sesuatu karena Allah swt, maka Allah swt. akan menggantinya dengan yang lebih baik dari yang ia tinggalkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. [an Nahl/16:97].🙏
✍️ Al Imam At-Thabari ra di dalam kitab tafsirnya ketika menjelaskan makna Hayatan Thayyibatan (kehidupan yang baik) beliau mengutip pendapat para ahli tafsir, memiliki banyak arti,
a. Allah hidupkan mereka yang beriman dan beramal saleh di dunia dengan limpahan rizki yang halal lagi baik
b. Allah karuniakan mereka yang beriman dan beramal saleh sifat qanaah terhadap pemberian Allah swt
c. Hidup dalam keadaan beriman kepada Allah, dan beramal saleh serta patuh terhadap setiap perintah-Nya
d. Kehidupan yang bahagia lahir batin di dunia dan akherat
e. Kehidupan yang penuh kenikmatan di surga
✍️ Jadi bagi kita sebagai seorang mukmin harus menampilkan diri menjadi pribadi yang thayyib sebagaimana pohon yang akarnya kuat dan rantingnya menjulang tinggi ke langit, maka ia akan senantiasa memberikan manfaat berupa buah dan keteduhan sepanjang masa, maka demikianlah watak seorang mukmin sehingga kebaikan yang ia produksi akan muncul setiap saat untuk dirinya, keluarganya dan masyarakatnya. Bukan sekedar kebaikan yang bersifat musiman. dan Ini adalah petunjuk Al-Qur’an.
👉Maka dari itu, mari kita lihat realitas kehidupan manusia sekarang ini, kita lihat ada sebagian kaum muslimin rajin shalat berjamaah, sedekah, puasa, qiyamul lail hanya dilakukan pada bulan Ramadhan, namun setelah itu ia meninggalkan semua ibadah tersebut pada bulan-bulan lain. Untuk itu kebaikan yang kita lakukan di dunia ini harus rutin, ajeg dan setiap saat ada kesempatan, bukan hanya musiman saja