
Apa itu “tahlil-tahlilan”, apa itu “ila hadroti” dan seterusnya??? Sebagaimana sudah mentradisi kegiatan tersebut yang diberi nama “tahlilan” dilakukan oleh umat Islam Indonesia, Jawa khususnya dan lebih khusus lagi umat Islam di Jawa Timur.
Apapun yang dilakukan umat Islam sebagai bentuk peribadatan dan ibadah kepada Allah, selama belum ditemukan bendanya, maka selama itu pula akan terjadi perbedaan pendapat.
Dan perbedaan pendapat terhadap suatu kata, karena belum ditunjukkan atau ditemukan bendanya itu akan terus terjadi.
Terjadinya perbedaan pendapat, itulah yang disebut dengan tafsir atau tafsiran yang masing-masing orang akan berbeda tafsirnya sesuai dengan perkiraannya.
Berbeda dengan suatu kata yang sudah menunjuk terhadap bendanya, maka pertanyaan akan benda tersebut tidak diperlukannya lagi.
Jika saya memegang benda bernama HP dan benda yang bernama HP tersebut, sudah dilihat atau diketahui oleh sesesorang misalnya, apakah saya perlu bertanya kepada seseorang itu untuk saya mintai pendapatnya, “apa pendapat anda apakah yang pegang ini HP”?
Tentu tidak diperlukan pertanyaan semacam itu..
Berbeda dengan ketika seseorang mengata yang bukan atas bendanya alias ia mengata atas katanya, maka perkataan orang tersebut akan menimbulkan banyak penafsiran dan hal demikian itu wajar biasa terjadi..
Kata “tahlil”, usul dari asal kata tersebut bukanlah pekerjaan hati, ia pekerjaan qouli atau lisan atau mulut alias kegiatan atau pekerjaan salah satu anggota badan yang bernama mulut, yakni mengucapkan “laa ilaha iLLaLLAH”.
Ia “af’al al Qouliyah” bukan ‘af’al qolbiyah” (pekerjaan lisan atau ucapan, bukan pekerjaan hati).
Kata “tahlil” maupun “tahlilan”, keduanya adalah isim masdar dari kata kerja “hallala – هلل “. Sedangkan perbedaan dibaca marfu’ dan manshub, itu hanya persoalan berbeda i’rob atau kedudukan kata dalam kalimat tertentu.
Maka, baik kata “tahlil” maupun “tahlilan” tidak ada berbedaan arti secara subtantif, kecuali penentuan apakah ia sebagai subyek, predikat dan obyek dalam tata kalimat (nafwu) bahasa Arab.
Kemudian yang dimaksud dengan kata “tahlil” adalah ucapan “laa ilaha illaLLah”.
Kalau “tahmid” adalah ucapan “alhamdulillah”.
Istighfar adalah ucapan “astaghfirullah”
Ttakbiir” adalah ucapan “Allahu Akbar”..
dst..
Baik, saya akan fokuskan masalah “tahlil” ini terlebih dahulu, kemudian jika masih memungkinkan akan saya bahas di waktu yang lain, apa itu “ila hadroti” dst..
Sebenarnya siapa saja yang membaca apa saja, baik itu ayat-ayat al Qur’an, bacaan sholawatan dan juga tahlil atau tahlilan maupun bacaan yang lainnya, tidak ada hubungannya dengan kematian seseorang atau apapun.
Artinya, membaca hal itu semuanya boleh dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan di mana saja asal tidak mengganggu orang lain. Tentu yang dimaksud kapan dan di mana saja ada pembatas, mengingat ia tergolong kalimat yang baik, maka ada pertimbangan hal-hal yang bersifat etis atau etika tertentu.
Pertimbangan tersebut, misalnya jika bacaannya dikeraskan dengan menggunakan sound system, sehingga bisa mengganggu ketenangan tetangga kanan kiri atau mengganggu orang lain.
Maka pekerjaan mengganggu siapa dan apa saja, oleh siapa saja itu dilarang oleh ajaran agama.
Kemudian bagaimana jika bacaan tahlil tersebut dibaca pada saat atau di rumah seseorang yang salah satu dari anggota keluarganya baru meninggal, boleh apa tidak???
Yaa boleh boleh saja asal, si tuan rumah tidak merasa terganggu dengan bacaan tahlil tersebut.
Lebih-lebih jika tuan rumah merasa senang dengan bacaan tahlil tersebut, maka membacanya dalam kondisi semacam itu sangat dianjurkan.
Karena inti makna takziyah adalah menghibur keluarga yang ditinggal wafat oleh anggoga keluarganya.
Jadi, substansi takziyah itu untuk keluarga yang sebagian anggota keluarganya meninggal dunia atau mati, bukan untuk si mayit atau yang wafat itu sendiri.
Orang yang sudah meninggal dunia, selesai urusannya dengan dunia.
Jika keluarga si mayit mengalami duka dan kesusahan yang berlarut karena wafatnya salah satu dari anggoga keluarganya, maka menghibur mereka itu diebut dengan takziyah.
Sehingga diharapkan, atas kehadiran para orang-orang yang bertakziyah berkunjung kepada keluarga yang ditinggal mati oleh anggota keluarganya, itu bisa menghibur mereka,bukan menambahai masalah atau beban.
Pada umumnya keluarga yang ditinggal mati oleh anggota keluarganya, itu hatinya tentram mana kala ada keyakinan, bahwa si mayit yang meninggal akan bertambah bahagia jika dido’akan dengan membaca Qur’an dan kalimat thoyyibat lainnya seperti tahlilan.
Maka dalam konteks takziyah, tahlilan atau melakukan kegiatan membaca al Qur’an dan berbagai kalimat thayyibah di rumah duka, mana kala keluarga yang ditinggal meninggal salah satu keluarganya, itu merasa senang dan terhibur dengan adanya kegiatan tersebut, maka kegiatan tersebut tidak ada masalah alias boleh bahkan dianjurkan.
Kemudian, apa itu tahlil dalam totalitas ajaran Islam?
Apa itu tahlil pengertiannya adalah totalitas kalimat Adzan.
Adzan dikumandangkan dengan permulaan takbir “Allahu Akbar” dua kali. Apa itu takbir Allahu Akbar dan kenapa dua kali diucapkan?
Allah adalah dzat dan Akbar adalah sifatnya Allah, dialah Muhammad Rasulullah saw.
Diucapkan dua kali, karena keduanya adalah dzat dan shifat yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya alias dzat dan sifat menjadi satu.
Maka kalimat berikutnya adalah persaksian atas keduanya yang diperkuat dengan bersaksi atas ke-Esaan Allah dua kali dan bersaksi atas diutusnya Muhammad sebagai utusannya Allah dua kali.
Baru kemudian tertegakkan shalat..
Dengan lain kata, hal demikian dapat diperoleh jika shalat antara hamba dengan Allah melalui rasulnya Allah Muhammad saw terwujudkan.
Wujud shalat adalah menghadap Qiblat ke Akbar dengan i’tiqod keyakinan kepada Allah swt.
Baru kemenangan dan kebahagiaan di dapatkan. Kemenangan atas tetapnya iman kepada Allah swt melalui utusannya Allah yakni, Muhammad rasulullah saw.
Beradalah hamba di dalam benteng Allah swt yang tiada tersentuh oleh api neraka selamanya.
لا إله إلا الله حصمني فمن دخل حصني أمن من عذابي
Laa ilaha illaLLAH adalah benteng-KU, siapa memasuki benteng-KU aman dari siksa-Ku.
