Berbicara “Maulud Nabi” (Nabi Muhammad saw) atau kelahiran Nabi, berarti berbicara Islam, itu dilahirkan. Sebab, Islam tidak akan diketahui tanpa kelahiran Nabi Muhammad saw yang lahir di Makkah dengan seorang ibu bernama Aminah dan seorang ayah bernama Abdullah, berbangsa dan berbahasa Arab. Maka, dengan kelahiran seorang Nabi yang sangat mulia ini, wujud basyar atau manusia biasa, agar mudah dicontoh suri tauladannya oleh umat manusia pada umumnya; Beliau Nabi Muhammad saw dilahirkan dan dibangkitkan dengan misi dan tugas utamanya untuk memperbaiki akhlaq budi manusia. Maka, dengan demikian, Islam dapat diketahui. Artinya, mengetahui dan bertemu Islam adalah bertemu dengan yang membawa Islam, yaitu Nabi Muhammad saw, agar manusia selamat mulai awal diadakan sampai kembali ke asal muasal manusia berasal, yaitu Allah swt.
Lalu apa Islam itu, kiranya perlu dijelaskan agar didapatkan suatu pengertian. Sehingga, seseorang yang telah mendapatkan pengertian, sedapat mungkin dirinya bisa mempraktekan atau memperlakukannya secara tepat dan benar. Perlakuan atau praktek yang tepat dan benar, maka akan didapatkan paham yang benar, demi terhindarnya seseorang dari kesalah pahaman atau pahamnya menjadi salah.
Islam, sebagaimana dijelaskan di dalam firman Allah swt, di dalam surat Ali Imron ayat 19 adalah yang di sisi Allah. Artinya, Islam itu, yang di sisi Allah. Jalan tempuh menuju yang di sisi-Nya adalah agama (QS 3 : 19). Maka,yang di sisi Allah (‘inda-llah) itulah, al Islam yang musti ditemukan melalui jalan tempuh agama (diin), atau lebih jelasnya disebut “diinul haq”, yaitu jalan kebenaran, berupa petunjuk risalah kenabian beliau Muhammad saw (QS. 48 : 28). Untuk bertemu dengan al Islam yang di sisi Allah, jalan tempuhnya adalah bertemu dengan yang membawa Islam, yakni Nabi Muhammad saw. Bertemu dengan yang membawa Islam, maka bertemu Islam.
Untuk bisa bertemu dengan yang membawa Islam, janganlah seseorang bersikap keterlaluan (baghyan) dan ingkar terhadap berbagai ayat Allah dengan memperselisihi catatan (imannya) dan ilmu yang ada di dalam dadanya. Maksudnya, setiap diri manusia hendaknya mengikuti catatan (al kitab) yang tiada keraguan di dalamnya, ia bersifat benar, terpercaya, jujur dan tidak dungu (QS. 2 : 2). Catatan itulah, yang disebut dengan iman, ilmu (QS 29 : 49), nikmat (QS QS. 55 : 13, 16, 18, 21 dst) dan taqwa (QS. 22 : 32). Mengikuti iman, ilmu, nikmat dan taqwa, berarti manusia tidak mengikuti keinginan (hawa) nafsu yang bersifat mendorong untuk melakukan kejahatan (ammarah bi su’), wujud mencela selain dirinya (lawwamah). Sehingga, kedua dorongan nafsu nafsu tersebut menjadi tertundukan. Selanjutnya, ia (nafsu) mendorong diri manusia untuk melakukan kebaikan (mulhamah), sehingga didapatkan ketenangan (muthmainnah, kerelaan (radhiyah), demi untuk mendapatkan ridho Allah swt (mardhiyah), agar diri manusia mampu bergabung dengan seluruh manusia (QS. 89 : 27, 28, 29, 30), bagai hamba Allah yang selalu berkasih sayang laksana saudara sekandung (rahim ibu), sebagai cerminan atau pantulan dari rahmah Nabi Muhammad saw (QS. 21 : 107) sebagai Rasul utusan Allah Yang Maha Rahman dan Rahiim.
Manusia yang mengikuti imannya, maka ia bersifat mukmin dan mukminlah yang menegakkan sholatnya (QS 23 : 1, 2). Maka, manusia yang bersifat mukmin itu, akan menjalankan sholat secara rukun (fisik) yang dipimpin oleh imannya yang di dalam dadanya, minimal 5x dalam sehari semalam. Yaitu, Maghrib, Isya’, Shubuh, Dhuhur dan Ashar.
Maka, “maulud” atau dilahirkan, itu pada diri Nabi Muhammad saw, dan “maulid” adalah pada diri mukmin yang menegakkan sholatnya. Oleh karena itu, lahirnya diri mukmin pada diri manusia dengan menegakkan sholat, merupakan pertemuannya dengan diri Nabi Muhammad saw yang telah dilahirkan atau “maulud” sang pembawa yang di sisi Allah atau atau al Islam. Bertemu dengan yang membawa keselamatan atau Islam, berarti bertemu dengan yang di sisi Allah. Bertemu dengan yang di sisi Allah, berarti kembali kepada Allah. Kembali kepada Allah, berarti kembali kepada asal muasal manusia berasal, yakni Allah swt, bersama dengan yang di sisi Allah, yaitu Nabi Muhammad saw sebagai Rasul utusan Allah. Sebab, beliau Nabi Muhammad saw sebagai Rasul utusan Allah, adalah “wasilah” perantara bagi manusia yang dipimpin oleh imannya untuk bisa sampai kepada Allah swt.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
(QS. 3 : 35)