
Brown dan Levinson menyajikan model dengan konsep aspek rupa ganda dan menghubungkan strategi kesopanan sebagai yang universal, dan monografnya menyediakan fakta dan contoh-contoh yang tergambar dalam 3 bahasa, yaitu Inggris, Tzeltal, dan Tamil. Mereka menggunakannya untuk mengembangkan tipologi budaya berdasarkan tipe dominan kesopanan dan persebarannya antar kelompok sosial. Pada masyarakat egaliter dengan jarak sosial, status, dan perbedaan kekuasaan antar orang-orang yang berinteraksi sedikit, seperti Ilongot, strategi kesopanan positif lebih disukai, mengingat kesadaran tingkatan status dalam masyarakat, seperti Bali, strategi kesopanan negative face akan lebih banyak ditunjukkan. Jadi, di Bali kasta rendah petani padi yang menyuplai pejabat-pejabat tinggi pemerintah akan menggunakan strategi kesopanan negative face lebih luas, tapi dengan terus terang akan ditujukan tanpa memperbaiki kesopanan. Brown dan Levinson menduga bahwa pada hierarki (tingkatan) masyarakat, kelompok orang yang kekuasaan tinggi dalam statusnya memakai budaya kesopanan negatid (mengakui kelompok tersebut mempunyai kekuasaan, contohnya kebebasan bertindak sesuai kehendak, dan memperbaiki pembebanan pada kebebasan mereka), ketika grup yang mendominasi memiliki budaya kesopanan positif (mengakui kebutuhan untuk menyatakan solidaritas dan saling menghormati harga diri positif pada pandangan pembatasan yang jelas dalam kekuasaan, lihat Bab 16). Perbedaan ini menunjukkan dan memberitahukan pandangan orang pada kelompok seperti otonomi, kebebasan, dan penuh kekuatan atau bergantung, terikat, dan lemah berturut-turut. Sebuah korelasi diberikan, tidak mengagetkan untuk ditemukan pada studi gender bahwa perkataan wanita diucapkan melalui kesopanan yang lebih positif, dan laki-laki dengan kesopanan negative face (lihat juga bab 15).
Dengan nada yang sama, studi komparatif kesopanan di Inggria dan Yunani, Sifanou (1992) mencatat perbedaan antara dua budaya ini pada arti berdasarkan dua aspek rupa. Bahasa Inggris terletak pada nilai yang lebih tinggi pada privasi dan individualitas (negative face), ketika Yunani menekankan keterlibatan group dan hubungan in-group (positive face). Batasan wilayah personal antar orang Yunani melibatkan semua yang termasuk dalam in-group yang sama, didefiniskan sebagai seseorang yang memperhatikan keselamatan seseorang. Positive face diperluas untuk mencakup ini, sehingga ada keinginan yang kuat dari kawan seseorang yang juga menyukai atau menyetujui. Jadi, wajah positif dijelaskan lebih dari grup dalam gabungan in-group, bukanlah individu yang terisolasi, seperti sebagian besar kasus di inggris. Anggota ingroup akan memperoleh kesopanan positif atau tak ada kesopanan antar satu sama lain dan membatasi kesopanan negative face pada orangluar. Ini merupakan tugas dari setiap anggota ingroup untuk membantu yang lain, jadi anggota mengerti tak perlu untuk berterimakasih atau meminta maaf (kesopanan negative face) untuk layanan meminta atau menyumbangkan. Jadi, permintaan dan harapan diungkapkan lebih terus terang, tanpa tindakan memperbaiki, daripada di Bahasa Inggris. Dalam budaya Inggris lebih banyak bentuk perilaku tidak ramah dan tidak langsung yang berdasarkan norma, dimana bantuan dilihat sebagai ketergantungan pada kebijaksanaan individu. Terimakasih dan permintaan maaf dibutuhkan untuk pembebanan minor yang bersifat relatif, bahkan dengan ingroup, mencerminkan individualis etbos yang berhubungan dengan rupa (ketinggian negative face).