Pada Dua Media yang Berbeda

Kompasiana

Pernahkah anda menulis pada dua media yang berbeda? Misalnya di Kompasiana, di Weblog, atau di Media cetak? Bagaimana rasanya setelah anda menulis disana? Pasti sensenya beda.

Let say sebagai Blogger, anda rajiiinn banget jenguk blog anda dan corat-coret disana, utak atik widget, download-download templat-templat untuk mempercantik weblog anda. Kemudian cari-cari inspirasi untuk content nya. Apa yang anda rasakan setelah itu? Seneng kan. Bahagia banget setelah klik button publish. Rasanya lega tidak kepalang setelah menulis satu post.

Tapi apakah anda pernah menulis dengan tantangan adrenalin yang kuat seperti di Kompasiana?

Saya sudah menulis di berbagai media termasuk di media cetak. Contoh di Jawa Pos. Setelah saya kirimkan artikelnya, beberapa hari kemudian dimuat. Kemudian pagi-pagi beberapa teman sms dan menghubungi via hp kalau mereka sudah membaca artikel saya. Dua hari saja hebohnya. Setelah itu sudah, finish. Tidak ada lagi komentar-komentar masuk, baik komen menyanjung maupun komen miring. Benar-benar sudah hilang dari peredaran. Kecuali kalau anda copy guntingan artikel anda, kemudian anda bagi-bagikan dan sebar. Mungkin anda bisa dapatkan ketenaran kedua. Wahhh..mungkin gak?

Nah kalau Kompasiana gimana? Koq bisa memacu adrenalin?

Coba kalau begitu, anda pasang artikel disana. Syukurlah cukup, mudah tidak begitu ribet. Tidak seribet memiliki weblog dengan basic templat wordpress. Saya sudah menjadi anggota disana meski akhirnya saya menerima untuk menjadi penulis pasif tanpa adrenalin di wordpress ini. Sebagai blogger anda harus rajin mencari pembaca dengan cara meningkatkan kualitas tulisan dan share di berbagai macam media dan tempat. Tapi tidak dengan Kompasiana. Disana pembaca sudah tersedia tanpa harus bingung mencari pembaca. Ribuan kompasianer (sebutan untuk penulis Kompasiana) sudah siap memberi klik dan mengomentari tulisan anda. Sehingga anda akan menyaksikan tulisan mana yang dikomen atau dicaci, tulisan mana yang masuk pada trending topic atau higlight, tulisan mana yang sering dihinggapi pembaca atau sepi, dan juga tulisan mana yang menjadi terkenal karena penulisnya dan jumlah kuantitas artikel yang dia tulis. Semua itu selalu update setiap menit tanpa henti. Saat kita menulis maka tanpa jeda waktu judul dan artikel kita langsung nongol di kolom Tulisan Terbaru. Tapi jangan salah, jumlah penulis Kompasiana yang ribuan akan siap menggeser kedudukan anda  sehingga judul dan artikel anda tidak lagi terpampang di halaman depan Kompasiana. Dan itu benar-benar bikin sense kita anjlog.

Nah kecuali kalau tulisan anda bagus :p

Selain itu apabila tulisan anda benar-benar menyentuh hati dan pikiran para admin Kompasiana, bukan tidak mungkin tulisan anda minimal nampang di kolom tengah yaitu highlight atau kolom kanan si trending topic. Maka anda bisa berbangga nama, foto dan artikel anda nampang sekaligus narsis. Lumayan bisa terkenal, paling tidak di Kompasiana, Koran Nasional ini lo! Tapi Highlight dan Trending Topic tidak lama bertahan, beberapa waktu, orang lain akan menggeser kedudukan anda. Terutama kalau kolomnya sudah tidak muat dan tulisan anda sudah mulai berbau basi. Nah maka anda harus rela digeser kedudukannya oleh tulisan-tulsan yang lebih fresh dan baru. Berarti anda harus rela tergeser. Namun dampaknya memacu adrenalin juga, anda kemudian bingung nyari-nyari inspirasi yang akhirnya ingin membuahkan satu tulisan lagi untuk bisa (siapa tahu) menggeser kolom-kolom yang sudah ada.

Sebagai weblogger, anda cukup puas dengan menulis tanpa direspon langsung oleh pembaca anda. Hal itu bisa anda lihat pada dashbor, siapa-siapa yang-datang dan berkomentar. Jangan-jangan hanya spammer, tak ada satupun komentator yang nongol. Ada satu, itupun temen sendiri! Kcian.. aku.

Tapi lama-lama kemudian muncul opini begini, Kompasiana memiliki ribuan penulis yang mereka benar-benar menyediakan fasilitasnya untuk itu, tanpa banyak syarat. Seolah-olah Kompasiana ini memang membebaskan penulisnya agar mendapatkan banyak artikel dan author tanpa kesulitan. Semua serba dimudahkan disana. Seorang teman mengatakan, “kenapa harus memperkaya orang lain?” Lama saya berpikir tentang kata-kata itu “memperkaya orang lain” . Apakah kita memberi kontribusi berupa financial? Saya rasa tidak. Kemudian apakah kita memberikan sesuatu kepada Kompasiana karena kita disediakan space disana? Itu juga tidak. Malahan kita menjadi lebih terkenal dengan menulis disana karena ribuan pembaca Kompasiana, dan juga pembaca yang tidak menjadi member pun bisa mengakses.

Kalau berpikir tentang mengoptimasi weblog kita pribadi, terutama menuju kepada financial reason, mungkin kita akan berpikir dua kali untuk menulis di Kompasiana. Kecuali kalau kita mau dua-duanya. Dan kita memiliki kemampuan menulis, bahan-bahan inspirasi yang cukup banyak, dan terutama waktu. Nah kalau tidak, pilihlah satu diantaranya. Anda ingin terkenal atau anda ingin mencari uang dengan menulis di weblog.

Jangan dua-duanya la 😀

Pada Dua Media Yang Berbeda

Pernahkah anda menulis pada dua media yang berbeda? Misalnya di Kompasiana, di Weblog, atau di Media cetak? Bagaimana rasanya setelah anda menulis disana? Pasti sensenya beda.

Let say sebagai Blogger, anda rajiiinn banget jenguk blog anda dan corat-coret disana, utak atik widget, download-download templat-templat untuk mempercantik weblog anda. Kemudian cari-cari inspirasi untuk content nya. Apa yang anda rasakan setelah itu? Seneng kan. Bahagia banget setelah klik button publish. Rasanya lega tidak kepalang setelah menulis satu post.

Tapi apakah anda pernah menulis dengan tantangan adrenalin yang kuat seperti di Kompasiana?

Saya sudah menulis di berbagai media termasuk di media cetak. Contoh di Jawa Pos. Setelah saya kirimkan artikelnya, beberapa hari kemudian dimuat. Kemudian pagi-pagi beberapa teman sms dan menghubungi via hp kalau mereka sudah membaca artikel saya. Dua hari saja hebohnya. Setelah itu sudah, finish. Tidak ada lagi komentar-komentar masuk, baik komen menyanjung maupun komen miring. Benar-benar sudah hilang dari peredaran. Kecuali kalau anda copy guntingan artikel anda, kemudian anda bagi-bagikan dan sebar. Mungkin anda bisa dapatkan ketenaran kedua. Wahhh..mungkin gak?

Nah kalau Kompasiana gimana? Koq bisa memacu adrenalin?

Coba kalau begitu, anda pasang artikel disana. Syukurlah cukup, mudah tidak begitu ribet. Tidak seribet memiliki weblog dengan basic templat wordpress. Saya sudah menjadi anggota disana meski akhirnya saya menerima untuk menjadi penulis pasif tanpa adrenalin di wordpress ini. Sebagai blogger anda harus rajin mencari pembaca dengan cara meningkatkan kualitas tulisan dan share di berbagai macam media dan tempat. Tapi tidak dengan Kompasiana. Disana pembaca sudah tersedia tanpa harus bingung mencari pembaca. Ribuan kompasianer (sebutan untuk penulis Kompasiana) sudah siap memberi klik dan mengomentari tulisan anda. Sehingga anda akan menyaksikan tulisan mana yang dikomen atau dicaci, tulisan mana yang masuk pada trending topic atau higlight, tulisan mana yang sering dihinggapi pembaca atau sepi, dan juga tulisan mana yang menjadi terkenal karena penulisnya dan jumlah kuantitas artikel yang dia tulis. Semua itu selalu update setiap menit tanpa henti. Saat kita menulis maka tanpa jeda waktu judul dan artikel kita langsung nongol di kolom Tulisan Terbaru. Tapi jangan salah, jumlah penulis Kompasiana yang ribuan akan siap menggeser kedudukan anda  sehingga judul dan artikel anda tidak lagi terpampang di halaman depan Kompasiana. Dan itu benar-benar bikin sense kita anjlog.

Nah kecuali kalau tulisan anda bagus :p

Selain itu apabila tulisan anda benar-benar menyentuh hati dan pikiran para admin Kompasiana, bukan tidak mungkin tulisan anda minimal nampang di kolom tengah yaitu highlight atau kolom kanan si trending topic. Maka anda bisa berbangga nama, foto dan artikel anda nampang sekaligus narsis. Lumayan bisa terkenal, paling tidak di Kompasiana, Koran Nasional ini lo! Tapi Highlight dan Trending Topic tidak lama bertahan, beberapa waktu, orang lain akan menggeser kedudukan anda. Terutama kalau kolomnya sudah tidak muat dan tulisan anda sudah mulai berbau basi. Nah maka anda harus rela digeser kedudukannya oleh tulisan-tulsan yang lebih fresh dan baru. Berarti anda harus rela tergeser. Namun dampaknya memacu adrenalin juga, anda kemudian bingung nyari-nyari inspirasi yang akhirnya ingin membuahkan satu tulisan lagi untuk bisa (siapa tahu) menggeser kolom-kolom yang sudah ada.

Sebagai weblogger, anda cukup puas dengan menulis tanpa direspon langsung oleh pembaca anda. Hal itu bisa anda lihat pada dashbor, siapa-siapa yang-datang dan berkomentar. Jangan-jangan hanya spammer, tak ada satupun komentator yang nongol. Ada satu, itupun temen sendiri! Kcian.. aku.

Tapi lama-lama kemudian muncul opini begini, Kompasiana memiliki ribuan penulis yang mereka benar-benar menyediakan fasilitasnya untuk itu, tanpa banyak syarat. Seolah-olah Kompasiana ini memang membebaskan penulisnya agar mendapatkan banyak artikel dan author tanpa kesulitan. Semua serba dimudahkan disana. Seorang teman mengatakan, “kenapa harus memperkaya orang lain?” Lama saya berpikir tentang kata-kata itu “memperkaya orang lain” . Apakah kita memberi kontribusi berupa financial? Saya rasa tidak. Kemudian apakah kita memberikan sesuatu kepada Kompasiana karena kita disediakan space disana? Itu juga tidak. Malahan kita menjadi lebih terkenal dengan menulis disana karena ribuan pembaca Kompasiana, dan juga pembaca yang tidak menjadi member pun bisa mengakses.

Kalau berpikir tentang mengoptimasi weblog kita pribadi, terutama menuju kepada financial reason, mungkin kita akan berpikir dua kali untuk menulis di Kompasiana. Kecuali kalau kita mau dua-duanya. Dan kita memiliki kemampuan menulis, bahan-bahan inspirasi yang cukup banyak, dan terutama waktu. Nah kalau tidak, pilihlah satu diantaranya. Anda ingin terkenal atau anda ingin mencari uang dengan menulis di weblog.

Jangan dua-duanya la 😀