
Sebuah kayu berdiameter cukup besar menancap cukup kuat di Pendopo Agung Trowulan Mojokerto. Ini adalah batu yang terlihat seperti kayu berbahan batu andesit, yaitu batu yang biasa dipergunakan sebagai bahan pembuatan candi dan patung di masa Singosari dan Majapahit.
Berdasarkan fakta sejarah batu ini tidak begitu saja menancap di tempat tersebut. Namun batu bukan sembarang batu ini diyakini telah ditancapkan oleh Patih Gajahmada, seorang seorang punggawa kerajaan Majapahit yang sedang dilantik dan mengucapkan ikrar sumpah amukti pada 1331 M. Sebuah ucapan sumpah yang sangat ternama bahwa Maha Patih Gajahmada menolak untuk makan buah kelapa atau palapa sebelum nusantara bersatu, Sumpah ini disaksikan dan disimak secara langsung oleh Raja Hayam Wuruk dan rakyat Majapahit saat itu. Penancapan batu itu seolah luapan perasaan Gajahmada yang sangat kuat bahwa Nusantara sangat perlu bersatu di bawah titah kerajaan dan kekuasaan Majapahit.
Mengapa PALAPA menjadi penting hingga disebutkan oleh Maha Patih Majapahit?
Tunggu dulu..
Yuk kita coba melihat secara hermeneutikanya. Palapa ada yang menyebutkan adalah nama lain dari kelapa. Dan ini yang paling sering diungkapkan. Ya, palapa adalah kelapa. Namun ada juga yang menyebutkan bahwa palapa adalah rempah ataupun bumbu. Dan memang kata palapa yang berarti bumbu masih dikenal di dalam bahasa Jawa lokal Malang yaitu ‘plapah’ yang berarti sama, yaitu bumbu atau rempah.
Dengaan begitu jelas terlihat bahwa Sang Patih benar-benar ingin fokus menyatukan nusantara, sang patih benar-benar tak ingin mabuk kepayang dengan makanan. Mungkin bagi Gajahmada, terlalu banyak makanan berempah, terlalu banyak makanan bersantan akan membuatnya lupa diri dan lupa akan ikrarnya di hadapan Raja Hayam Wuruk dan rakyat Majapahit, kerajaan yang juga telah memperluas ekspansinya hingga Filipina.
Kita tahu kelapa atau santan dan rempah2 Jawa adalah bahan wajib dalam mempersiapkan kuliner di masa Jawa Kuna. Santan adalah bahan utama untuk membuat masakan Jawa Kuna seperti misalnya sayur lodeh, nasi wuduk, nasi kuning, jajanan tradisional dan jajan pasar. Bila palapa diartikan sebagai rempah-rempah atau bumbu plapah (bahasa Malang) maka palapa adalah ingredients wajib berupa bumbu-bumbu masakan Jawa Kuna. Palapa ini berarti adalah seperti misalnya bawang merah, cabe, kemiri, laos, batang sereh, daun salam. Wah ternyata sulit sekali menghindari bumbu plapah kalau begitu. Hal ini karena bumbu ini menjadi wajib berada di dapur masakan Jawa Kuna.
Baru bisa dipahami sekarang, apa keinginan sang Patih hingga berani bilang tidak terhadap santan dan bumbu-bumbu Jawa Kuna. Kenyataanya tidak bisa dipungkiri, kita tidak bisa lepas dari santan dan bumbu-bumbu dapur ini. Contoh sederhana, bila kita coba lupakan santan terlebih dahulu. Kita coba untuk membuat sayur paling sederhana khas Jawa yaitu sayur bening bayam. Bumbunya adalah bawang putih dan rimpang kunci. Kalau tidak ada kedua bumbu ini, nah apa yang terjadi pada sayur bening bayam. Tentu rasanya nggak ngalor nggak ngidul alias hambar.
Sang Patih ini meski memiliki tubuh besar dan berpipi chubby mungkin sebelum mengucapkan ikrar Sumpah Palapa, dulunya doyan dahar barangkali. Hingga kemudian berkeinginan untuk menjauhi semua kenikmatan dunia berupa santan dan bumbu-bumbu.
Wah sepertinya perlu ditiru ini,,
#gajahmada
#majapahit
#singasari
#sumpahpalapa