5 karung beras dari berton padi panenan dai sebuah desa.. Beras yang selama ini sempat juga kucicipi. Tidak sepanjang waktu, karena beras ini cuma panen sekali dalam setahun dan dikonsumsi beberapa bulan saja. Selebihnya balik lagi, lagi-lagi harus beli berkarung-karung beras, mencari yang paling bawah. Namun demikian masih saja ku heran. Beras ini harganya lumayan, tidak terlalu mahal, tidak juga murah. Namun rasanya masih jauh lebih nyaman (Madurese). Nyaman adalah istilah yang artinya enak. Rasa beras ini masih lebih sedap dibanding rasa beras yang dipanen oleh paman. Dan entah kenapa beras panenan baru itu berasa seperti mentah dan berair. Walaupun sudah diolah sedemikian rupa, dengan alat yang berbeda-beda, rasanya masih tetap seperti mentah. Dan sedikit berair.

Entah kenapa kemudian rasa nasi dari beras panenan yang tak begitu penting itu jadi mengganjal ya. Ini karena nasi adalah makanan pokok sehari-hari orang Indonesia. Sehingga nasi menjadi komoditi penting masyarakat khususnya Indonesia. Beberapa orang mengatakan sehari kalau belum makan nasi, rasanya belum makan. Sudah makan siang di kantor berupa bakso, rujak, es dan sebagainya, saat pulang masih saja nengok dapur untuk melihat nasi. Sehingga rasa dari nasi yang dimasak baik secara tradisional maupun modern menjadi sangat penting.

Beberapa karung beras dipanen dan datang ke rumah. Biasanya kami menghabiskan beras beli di warung untuk masak sehari-hari. Nah hari ini akan ada menu beda, Nasi Beras Panenan. Rasanya aku sudah hapal dengan beras ini. Tapi sayang banyak persepsi tentang itu. Semua makanan, sayuran, buah, lauk dll pasti punya rasa. Sebagai contoh pare itu pahit, tapi kita tetap mengkonsumsinya, bahkan bisa dipakai sebagai obat diabetes. Contoh lain, cabe itu pedas. Tapi makan jadi tidak lezat tanpa adanya sambel. Kita makan juga kan! Dan lalu beras ini. Beras ini berasa lembek dan berair. Malah terkesan bau saat dimasak di magic jar. Namun bukan karena kita tidak mau bersyukur. Tidak sama sekali. Rasa nasi dari beras panenan itu memang seperti itu. Tepat seperti saat kita mengatakan pare itu pahit, tapi teteup kita makan juga. Jadi sama sekali tidak ada hubungannya dengan tidak mau bersyukur. Sekali lagi semua makanan, minuman, sayuran dan buah iu semua memiliki rasa yang tentunya beda.

Bingung mau mengatakan itu adalah komentar atau sebutan. Kalau komentar dibilang tidak mau bersyukur. Lah kalau sebutan. Misal beras ini lembab, pare ini pahit, jamu ini pahit dll. Sayang sekali kata tidak bersyukur itu sudah terlanjur terlontar. Yang jelas tidak ada sedikitpun melecehkan rasa itu, apalagi tidak bersyukur.

Wallahu a’lam