Yang jelek dan jahat itu, bukan dirinya manusia, akan tetapi sifatnya manusia yang suka mengeluh, gelisah, tergesa-gesa dan sejenisnya, itulah yang menimbulkan perbuatan jelek dan kejahatan, sehingga manusia menjadi jelek dan jahat.
Dirinya manusia, yang di situ terdapat iman kepercayaan Allah, yang bisa diketahui oleh ilmu dan bisa dirasakan oleh nikmatnya, tidaklah jelek dan tidak jahat.
Berbagi sifatnya manusia yang jelek dan jahat, itulah yang musti dipimpin oleh iman, ilmu dan nikmatnya, sehingga manusia yang bersifat suka bertengkar, suka menyerang orang lain, suka mencemooh dan mencela siapa saja selain dirinya itu, menjadi mengikuti imannya yang shidiq, amanah, tabligh dan fathonah yang bisa dicontrol oleh ilmu dan nikmatnya yang ada di dalam dadanya.
Oleh sebab itu, di dalam berbagai kesempatan ketika Nabi Muhammad saw menyampaikan khutbahnya, beliau selalu memperlindungkan berbagai kejahatan dirinya kepada Allah. Sebab, sebenarnya kejahatan itu, tidak berada pada diri orang lain, akan tetapi berbagai kejahatan itu, ada pada diri masing-masing individu orang, yaitu sifat manusia yang terdapat pada diri orang itu sendiri.
Manusia itu ghoib, yang nyata adalah jasadnya manusia. Dan sifat itu, tampak setelah adanya perbuatan, sebab sifatlah yang melahirkan perbuatan dan perbuatan melahirkan nama atau sebutan.
Berbagai sifatnya manusia yang jahat, ketika tidak diperlindungkan kepada Allah oleh iman, ilmu dan nikmatnya, maka ia akan liar sesukanya.
Ketika ia mengeluh dan tergesa-gesa serta kurang pandai berterima kasih, maka sebutan atau namanya adalah “sifat manusia”.
Ketika ingin marah-marah, mudah tersulut emosinya dan ingin melenyapkan orang lain selain dirinya, maka sebutan atau namanya adalah “sifat jin”.
Ketika menyesatkan orang lain selain dirinya, menyusahkan dan berbagai keadaan yang tidak baik pada diri orang lain, itu nama atau sebutannya adalah “sifat syetan”.
Ketika iri dan dengki serta melibatkan dan mengajak orang lain di dalam melakukan kejahatan, itu nama atau sebutannya “sifat iblis”.
Nabi Muhammad saw, menegaskan di dalam sabdanya, sbb :
المؤمن مرآة أخيه، إذا رأى فيه عيبا أصلحه
Mukmin itu cermin saudaranya. Jika terlihat di dalam cermin itu, suatu kejelekan maka mukmin akan memperbaiki (jahat diri) manusianya.
Pada setiap diri manusia itu, ada iman yang bersifat mukmin, itulah yang bersaudara sehingga berkasih sayang (Al Hujurat (49) : 10). Sedangkan sifat manusia itu, tidak untuk dipersaudarakan, tapi untuk saling diperkenalkan antar satu dengan yang lainnya, supaya kebutuhan fisiknya manusia dapat terpenuhi (Al Hujurat (49) : 13).
Maka, ketika seorang melihat orang lain sebuah aib atau kejahatan, sebenarnya aib dan kejahatan tersebut, terjadi karena perbuatan orang lain tersebut yang tidak terpimpin oleh imannya.
Dan jika seseorang tidak mampu menemukan kebaikan yang terdapat pada diri orang lain, sebenarnya orang tersebut masih jahat, karena imannya belum memimpin dirinya, sehingga iman yang bersifat bersaudara itu, terhalang oleh sifat jahatnya sendiri, alias diri orang itu masih dikuasai oleh kejahatan dirinya yaitu sifatnya manusia yang jahat itu.
Sebab pada setiap diri manusia itu, terdapat iman yang hanya bisa diketahui oleh ilmu dan bisa dirasakan oleh nikmat yang ada pada diri masing-masing orang tersebut, siapapun orangnya; Maka, siapapun orangnya jika melihat orang lain tanpa dipimpin oleh imannya, yang terlihat adalah manusia yang tidak terpimpin oleh imannya pula, sehingga saling membenci dan sebagainya sebagai dampak dari sifatnya manusia yang masih menguasai dirinya manusia itu. Sebaliknya, jika seseorang melihat orang lain selain dirinya atas dirinya yang sudah dipimpin oleh imannya, maka ia akan melihat sifat iman yang ada pada diri orang lain itu, yaitu sifat bersaudara dan kasih sayang antar satu dengan lainnya.
Oleh karena itu, semua dikembalikan kepada dirinya masing-masing orang yang bersangkutan, apakah seseorang itu memperlindungkan berbagai kejahatan dirinya kepada Tuhannya dengan iman yang ada di dalam dadanya; Atau sebaliknya, ia justru mengikuti berbagai sifat jahat dirinya, sehingga berdampak pada perkataan dan berbagai perbuatan yang jahat. Di mana, berbagai kejahatan perkataan dan perbuatan tersebut,bisa dirasakan dan bisa diketahui oleh ilmu yang ada di dalamnya dadanya masing-masing orang itu.