Gaya Bahasa Totem Pro Parte Dalam Prosa Jawa Kuno
Abstract
Karya sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pikiran, semangat dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Karya sastra yang dihasilkan dengan menggunakan bahasa yang indah dan menarik lahir dari perpaduan antara realitas yang ada dengan daya imajinasi pengarang. Majas Totem Pro Parte sebagai bagian dari majas Sinecdoke menjadi majas tak laziim yang menguasai relief Candi Jago ditinjau dari teori Semiotika. Hasilnya terdapat lebih dari 9 relief dalam Candi Jago yang mempergunakan majas Totem Pro Parte.
- PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pikiran, semangat dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Karya sastra yang dihasilkan dengan menggunakan bahasa yang indah dan menarik lahir dari perpaduan antara realitas yang ada dengan daya imajinasi pengarang. Di tinjau dari wujudnya karya sastra mempunyai dua aspek penting, yaitu isinya dan bentuknya. Isinya adalah tentang pengalaman hidup manusia, sedangkan bentuknya adalah segi-segi yang menyangkut cara penyampaian, yaitu cara sastrawan memanfaatkan bahasa yang indah untuk mewadahi isinya salah satunya dengan menggunakan gaya bahasa atau majas. Gaya bahasa merupakan alat tertentu yang menggunakan bahasa untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan pengarang sehingga pembaca atau penikmat dapat tertarik dengan hasil karya dari pengarang. Majas atau gaya bahasa adalah bahasa kias atau bahasa indah dalam bentuk tulisan maupun lisan yang dipakai dalam suatu karangan yang bertujuan untuk mewakili perasaan dan pikiran pengarang. Majas digunakan oleh pengarang dalam karyanya untuk memperindah bahasanya agar menarik dan berkesan bagi para pembacanya.
Menurut Tarigan (1986:112), ”Majas merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi para penyimak dan pembaca.” Dalam KBBI (2008:859), ”Majas merupakan cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya dengan sesuatu yang lain; kiasan.” Majas memiliki peranan yang sangat penting karena dengan penggunaan majas, gagasan dan pikiran pengarang dapat disampaikan kepada para pembaca dengan bahasa yang indah yang dapat menarik minat dan perhatian pembaca.
Salah satu contoh majas adalah majas sinekdoke yang merupakan bagian dari majas pertautan. Majas sinekdoke dibedakan menjadi dua bagian, yaitu sinekdoke pars pro toto dan sinekdoke totum pro parte. Sinekdoke pars pro toto merupakan majas yang menyebutkan bagian kecil dari sesuatu untuk mewakili keseluruhan, sementara sinekdoke totum pro parte merupakan majas yang menyebutkan bagian besar atau keseluruhan dari sesuatu untuk mewakili sebagian. Hal inilah yang menjadi keunikan dari majas sinekdoke, karena majas ini dibedakan menjadi dua bagian, dimana apabila yang disebutkan itu sebagian dari suatu benda, maka yang dimaksud adalah benda itu secara keseluruhan (pars pro toto). Begitupun sebaliknya, apabila yang disebutkan itu keseluruhan benda, maka yang dimaksud adalah sebagian dari benda tersebut (totum pro parte). Dari keunikan majas sinekdoke inilah sehingga penulis tertarik untuk meneliti penggunaan majas sinekdoke dalam kumpulan cerpen Cinta Tanpa Kata karya Kim Foeng.
Kumpulan cerpen Cinta Tanpa Kata karya Kim Foeng ini merupakan kumpulan cerpen perdana yang diterbitkan oleh Kim Foeng. Kumpulan cerpen Cinta Tanpa Kata ini bercerita tentang cinta yang tulus yang selalu diberikan seseorang kepada pasangannya yang selalu mendatangkan kebahagiaan dan sukacita. Kumpulan cerpen ini berce rita pula mengenai pengorbanan cinta, wa-
laupun kadang ada duka yang dialami oleh setiap pasangan dalam cerita tersebut tetapi akhir cerita mereka selalu membahagiakan. Kumpulan cerpen CintaTanpa Kata karya Kim Foeng ini dapat memberikan pelajaran kepada kita bahwa dalam sebuah hubungan jika dilandasi dengan cinta yang tulus dan suci, setiap masalah dan persoalan yang kita hadapi dapat diselesaikan dengan baik dan akan mendatangkan kebahagiaan. Dalam cerpen ini, Kim Foeng menggunakan berbagai ragam majas. Salah satu ragam majas yang digunakan ialah majas pertautan yaitu majas sinekdoke. Adapun contoh penggunaan majas sinekdoke dalam kumpulan cerpen Cinta Tanpa Kata karya Kim Foeng, adalah Adjie belum juga menampakkan batang hidungnya. Contoh tersebut merupakan bentuk penggunaan majas sinekdoke pars pro toto.
Batang hidungnya merupakan bentuk penggunaan majas sinekdoke pars pro toto yang menyatakan sebagian untuk seluruh. Pada contohdi atas disebutkan batang hidungnya yang merupakan salah satu bagian dari tubuh manusia, namun batang hidungnya pada kalimat di atas sudah mewakili sosok Adjie secara utuh, tidak hanya sebatas pada batang hidungnya saja. Berdasarkan uraian di atas, maka diteliti Penggunaan Majas Sinekdoke dalam Kumpulan CerpenCinta Tanpa Kata Karya Kim Foeng.
- TINJAUAN PUSTAKA
- Pengertian Prosa Fiksi
Karya sastra menurut ragamnya dibedakan atas prosa, puisi, dan drama. Karya sastra fiksi atau cerita rekaan merupakan salah satu jenis karya sastra yang beragam prosa sehingga dikenal dengan istilah prosa fiksi. Istilah prosa dalam kesastraan menurut Nurgiantoro (dalam Djuanda 2006:159), disebut ”fiksi, teks naratif atau wacana naratif.” Sedangkan fiksi sendiri berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Menurut Aminuddin (dalam Djuanda 2006:159),”Prosa fiksi adalah kisahan atau
cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita.” Pengertian lain dikemukakan oleh Sudjiman (dalam Djuanda 2006:159), ”Menyebutkan fiksi dengan istilah cerita rekaan, yaitu kisahan yang mempunyai tokoh utama, lakuan, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi, dalam ragam prosa.” Sementara itu, menurut Saad dan Muliono (dalam Djuanda 2006 : 159), ”Prosa fiksi adalah bentuk cerita atau prosa kisahan yang mempunyai pemeran, lakuan, peristiwa, dan alur yang dihasilkan oleh daya imajinasi.” dan Muliono (dalam Djuanda 2006 : 159), ”Prosa fiksi adalah bentuk cerita atau prosa kisahan yang mempunyai pemeran, lakuan, peristiwa, dan alur yang dihasilkan oleh daya imajinasi.”
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prosa fiksi adalah karangan cerita yang memiliki rangkaian alur atau peristiwa cerita. Prosa fiksi dapat pula diartikan sebagai kisahan cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu sebagai hasil imajinasi atau khayalan pengarang sehingga prosa fiksi dikenal pula dengan istilah cerita rekaan.
- Jenis-Jenis Prosa Fiksi
Prosa fiksi atau disebut cerita rekaan memiliki beragam bentuk. Menurut Priyatni (2010:123), ”Prosa fiksi dapat dibedakan atas roman, novel, novelette, dan cerpen.” Adapun menurut Saad (dalam Djuanda 2006:161), ”Membagi prosa fiksi menjadi cerita panjang, cerita menengah dan cerita pendek.” Perbedaan berbagai macam bentuk dalam karya fiksi itu pada dasarnya hanya terletak pada kadar panjang-pendeknya isi cerita, kompleksitas isi cerita, serta jumlah pelaku yang mendukung cerita itu sendiri. Adapun jenis prosa fiksi tersebut antara lain
- Novel Menurut Jassin (dalam Suroto 1990:19), ”Novel ialah suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang (tokoh cerita) luar biasa karena dari kejadian itu terlahir suatu konflik, suatu pertikaian yang mengalihkan jurusan nasib mereka”
- Cerpen Menurut Suroto (1990:18), ”Cerpen atau cerita pendek adalah suatu karangan prosa yang berisi cerita sebuah eristiwa kehidupan manusia pelaku/tokoh dalam cerita tersebut.”
- Novelet Novelet biasa dikenal dengan istilah novela atau novel pendek. Dalam KBBI (2008:969), ”Novel merupakan kisahan prosa rekaan yang lebih panjang dan lebih kompleks daripada cerita pendek, tetapi tidak sepanjang novel, jangkauannya biasanya terbatas pada satu peristiwa, satu keadaan, dan satu titik tikaian.”
- Roman Menurut Gasong (2012:84), ”Roman merupakan cerita yang mengisahkan peristiwa atau pengalaman lahir atau batin sejumlah toko pada suatu masa tertentu.”
- Drama Menurut Tarigan (dalam Gasong 2012:99), ”Drama berasal dari bahasa Greek, tegasnya dari kata dra yang berarti berbuat, to act atau to do.” Lebih di pertegas oleh Moulton (dalam Gasong 2012:100), ”Drama adalah hidup yang ditampilkan dalam gerak (life present in action).” Sementara itu, menurut Priyatni (2010:182), ”Drama adalah salah satu bentuk seni yang bercerita melalui percakapan dan action tokoh-tokohnya.”