Bahasa Sebagai Tanda dan Kombinasi

Bahasa merupakan system tanda. Didalam bahasa, system tanda juga bisa dilihat dari bentuk fonologinya, derivasi atau pembentukan kata, kata ganti orang (personal pronoun) (Pawley, 1993b; Chomsky, 1980; Hockett, 1958, 1960). Ttanda (sign) yang berupa bentuk fonologi yang paling sering dan mudah kita jumpai misalnya didalam pengucapan huruf vokal. Saya akan membandingkan bentuk fonologi didalam bahasa Jawa dan bahasa Inggris, membahas pembentukan kata dan kata ganti orang yang hanya dibatasi pada bahasa Jawa saja.

Berikut ini contoh dari bentuk fonologi yang ada didalam bahasa Jawa

  1. Vokal /i/, terdiri dari 2 alofon, yaitu: 1) i (i jejeg) dimana bunyi [i] dapat menduduki awal, tengah, dan akhir kata. Misalnya ijab, mrica dan tari; 2) i [i miring] yang terletak pada kata yang diakhiri konsonan. Misalnya pada kata cacing (cacIng), wajik (wajIk).
  2. Vokal /e/, yang mempunyai 2 alofon, yaitu: 1) /e/ (e swara jejeg/ e taling) menduduki semua posisi baik awal, tengah, dan Misalnya kata eman ‘sayang’, sela ‘batu’dan gule’gulai’; 2) /ɛ/ (e swara miring) terletak pada awal dan tengah kata. Misalnya estu’jadi’, saren ’marus’ dan gepeng ’gapeng’.
  3. Vokal ə, dalam bahasa Jawa bukan merupakan alofon fonem /e/ melainkan merupakan fonem tersendiri karena kedua bunyi itu dalam bahasa Jawa dapat membedakan makna. Misal:

Kere [ kere] = miskin                    Kere [kəre] = tirai bamboo

Geger [gɛgɛr]= huru hara              geger [ gəgər]= punggung

  1. Vokal ə, dalam bahasa Jawa bukan merupakan alofon fonem /e/ melainkan merupakan fonem tersendiri karena kedua bunyi itu dalam bahasa Jawa dapat membedakan makna. Misal:

Kere [ kere] = miskin                    Kere [kəre] = tirai bamboo

Geger [gɛgɛr]= huru hara              geger [ gəgər]= punggung

  1. Vokal /a/ yang terletak di depan, tengah, dan akhir. Contohnya: aku, laris, ora
  2. Vokal /ɔ bukan merupakan alofon dari /o/, namun vokal yang berdiri sendiri. Terletaki awal, tengah, dan akhir kata. Misal : amba,rata, ula
  3. Vokal /o/ yang terletak di awal, tengah, akhir kata. Misal : obah, coba, kebo
  4. Vokal /u/ yang mempunyai 2 alofon, yaitu u (swara jejeg) terletak di awal, tengah, dan belakang kata. Misal: Urip, wuta, madu serta u swara miring yang berada di tengah kata. Misal: biyung, parut, pupur.

#bahasa

#linguistik

#language

#linguistics

Makna Alam dalam Linguistik Antropologi

Konsep makna disini adalah pemahaman terhadap suatu tanda yang identik dengan kata ‘berarti’ atau didalam bahasa Inggris menggunakan verba “mean” dan didalam bahasa Jawa menggunakan istilah “tegese” seperti contoh dibawah ini (bahasa Inggris dan bahasa Jawa):

  1. Those clouds mean rain; mendung tegese arep udan
  2. Red means stop; abang tegese kudu mandek
  3. I didn’t mean what I said; duduk iku karepku
  4. I didn’t mean to say it. It just slipped out; aku ora karep ngomong kuwi, keprucut.

Untuk memahami tanda itu merupakan hal yang sudah umum dan dipahami oleh kelompok sosial. Tidak hanya berupa tanda, tetapi untuk ucapan juga perlu dimaknai dengan benar agar tidak terjadi kesalahan dalam menginterpretasikan makna. Terdapat beberapa tanda verba tertentu yang mengindikasikan maksud tertentu.

Terdapat beberapa verba yang memiliki makna proses material yaitu makna melakukan sesuatu dan makna kejadian. Jika ada orang yang menggunanakan verba ini maka dapat diartikan bahwa orang tersebut telah melakukan suatu kegiatan. Beberapa verba yang bermakna proses material misalnya membuat, mengembangkan, mendisain, mengirim, memetik, menendang, dan sebagainya. Berikut ini contoh-contohnya didalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa yang saya ambil dari buku semiotika sosial (Santosa, 2003: 79-80 tanpa modifikasi):

My father went to work

They gave a book to me

They play tennis

The house was built for her by him

 Tono berlari

Ayah membuat mainan untuk adik

Tono menyanyikan sebuah lagu

Surat itu dikirim oleh dia

Bapak lan ibu lagi dhahar

Ibu masak sego

Dewekne lagi munggah gunung

Sayure dimasak kanggo Tono

Verba selanjutnya yaitu verba yang menunjukkan proses mental. Proses mental adalah proses berpikir, mengindera, dan merasa. Didalam bahasa Inggris, proses mental bekerja secara dua arah tetapi didalam bahasa Indonesia dan bahasa Jawa tidak demikian. Berikut ini contoh-contoh dalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa yang saya ambil dari buku semiotika (Santosa, 2003: 81 tanpa modifikasi)

He likes it. It pleases him

They believe him. He convinces him

Mereka mempercayainya tidak pernah *ia mempercayakan mereka

Deweke seneng Marni tidak pernah *Marni nyenengke deweke

Berikutnya adalah verba yang menunjukkan proses verbal. Proses ini adalah proses berkata murni, tidak ada unsure perilakunya. Kata kerja dalam proses verbal adalah say, ask, tell, berkata, bertanya, ngomong, takon. Berikut ini adalah contoh-contoh didalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa

They said that it was good

Ayah menanyakan itu kepada Ibu

Bocah kuwi kanda ngono kuwi marang aku

Proses selanjutnya adalah proses perilaku verbal yaitu proses perilaku yang menggunakan verbal didalam melakukan tindakan, misalnya menyarankan, mengklaim, mendiskusikan, menjelaskan. Berikut ini contoh-contoh dari proses perilaku verbal yang saya ambil dari buku semiotika didalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa (Santosa, 2003 tanpa modifikasi):

The government claimed it’s the right thing to do

Bapak menyarankan seperti itu kepadaku

Masane ngundhat-undhat bantuan pemerintah sing sethithik

Sedangkan untuk proses perilaku mental lebih merupakan gabungan antara proses mental dan materi. Verba yang masuk dalam proses ini adalah menyelidiki, mempelajari, mengecek, meneliti, mengabdi, dan sebagainya. Berikut ini contoh-contoh yang saya ambil dari buku semiotika didalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa,

The police are investigating the case

Mereka sudah meneliti daerahnya

Bapak lagi ngecek knalpote sing rusak

Proses yang lainnya adalah proses relasional. Proses ini adalah proses yang menghubungkan antara partisipan yang satu dengan partisipan yang lain. Berikut ini contoh-contoh yang saya ambil dari buku semiotika didalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa.

They are very angry

It matters

John is the actor

Rumah itu sangat mewah

Ayah menjadi marah

Kasus itu menunjukkan kerapuhannya

Bapake ing omah

Ibu dadi wedi marang kowe

Kasus kuwi ngandharake yen dheweke asor

Proses yang terakhir yaitu proses eksistensial. Proses ini menunjukkan adanya sesuatu. Didalam bahasa Inggris ditunjukkan melalui subjek gramatikal there is/there are/exist. Didalam bahasa Indonesia dimulai dengan kata ada atau terdapat atau muncul. Didalam bahasa Jawa ditunjukkan dengan struktur klausa yang dimulai dengan ana.

There are some students in the class

Ebola existed in Ethiopia

Ada masalah penting di instansi kita

Penyerangan itu muncul didaerah selatan

Ana telung perkara ing kantor kuwi

Penyakite ana ing geger

Tanda itu juga muncul hanya berupa gerak tubuh seperti pada saat orang mengangguk maka itu merupakan pertanda bahwa ia setuju, ia paham, atau ia mengetahui tentang sesuatu. Ini disebut sebagai representasi mental (mental representation) atau cermin alam (mirror of nature) yang menjadi pokok penerapan tanda pada domain bahasa dan budaya.

 #linguistik

#linguistics

#antropologi

#anthropology

Bagaimana Mitos Menurut Roland Barthes?

Roland Barthes

Kali ini tulisan saya mengenai Mitos. Kurang paham belakangan ini mitos menjadi kajian yang cukup menarik,  Dan Sepertinya kita suka sekali bicara tentang mitos. Mungkin karena masih ada hubungannya dengan pawang hujan beberapa waktu lalu di Mandalika.  Di abad kontemporer ini berbeda memandang mitos dibandingkan dengan abad modern. Abad modern yang objektif menganggap mitos adalah sesuatu yang primitif, yang tidak masuk akal dan tidak rasional karena itu perlu dibuang jauh-jauh.

Tetapi rupanya abad kontemporer berbeda melihat mitos sebagai sesuatu yang disamakan dengan sains yang alih-alih perlu dibuang jauh-jauh, namun justru mitos perlu melengkapi cara hidup manusia.

Bagaimana cara kerja mitos? Ada satu pemikir yang menarik menurut saya di abad kontemporer yang membicarakan tentang cara kerja mitos. Dia adalah Roland Barthes, salah satu pemikir dari Perancis. Bagi Rolan Barthes, mitos itu bukan sebuah ide, bukan gagasan, dan bukan objek. Mitos bagi Barthes adalah suatu cara untuk menyampaikan ide , gagasan atau objek. Dalam hal ini mitos sangat dekat dengan bahasa yaitu menjadi penanda dari sesuatu. Perbedaannya adalah bahasa terletak pada level denotatif atau makna yang sesungguhnya. Sementara mitos berada pada makna yang kedua, atau yang disebut makna konotatif atau makna kias dan atau makna metaphora nya.

Misalnya contoh, bila kita melihat sebuah kacamata, secara denotatifnya kaca mata itu adalah alat bantu untuk melihat bagi mereka yang memiliki persoalan dengan penglihatannya. Tetapi menjadi berbeda bila kacamata ini dipakai oleh seseorang dalam sebuah pertunjukan film lalu mengkiaskan atau memetaphorkan orang itu seolah-olah adalah jenius, maka kacamata pada tahapan kedua ini tidak lagi bermakna denotatif.  Dia justru sudah hadir sebagai mitos.

Sehingga mitos bagi Roland Barthes memang adalah persoalan pertandaan atau kemudian disebut dengan SIGNIFICATION.

Signification

Bagaimana cara kerja mitos ini sehingga disebut sebagai persoalan pertandaan (semiotika) atau signification?

Dalam hal ini Roland Barthes sebagai pemikir kontemporer dipengaruhi banyak oleh tradisi Linguistik Struktural, Kalau menyebut Linguistik Struktural tentu saja tokoh besarnya adalah Ferdinand de Saussure, salah satu pemikir Linguistik dari Swiss. Saussure mengatakan bahwa dalam satu bahasa atau kata itu memiliki dua bagian. Yang pertama adalah signifier atau penanda dan yang kedua adalah signified atau yang ditandai atau tinanda. Penanda dalam hal ini menurut Saussure adalah citra akustik atau bunyi yang keluar dari pita suara kita, kumpulan bunyi yang digabung menjadi suatu ujaran kata.

Misal : K.U.D.A.

Tinandanya dalam hal ini adalah konsep, bahwa konsepnya adalah hewan berkaki empat, bisa meringkik, memiliki surai di kepala. Dan gabungan antara tanda, penanda dan tinanda disebut pertandaan tahap pertama menurut Roland Barthes. Dan mitos menurut Rolan Barthes ada pada tahapan yang kedua.

Ada konsekwensi yang dialami oleh pertandaan ini sebagaimana konsekwensi yang dialami oleh tanda di tahap pertama.

Misal ada persoalan tentang polysemi.. Contoh tempat duduk sebagai tinanda maka penandanya bisa berupa kursi, bisa meja, bisa galon, bisa lantai dll.  Ini juga terjadi pada mitos. Misal konsepnya adalah orang meninggal Maka bentuknya atau penandanya atau tahap keduanya bisa berupa bunyi burung gagak, ayam berkokok di malam hari,  dimana bisa jadi di tradisi yang lain itu berbeda-beda penandanya.

Pancasila dicontohkan sebagai penanda, Tinandanya adalah burung yang memiliki beberapa buku di ekor, sayap dan leher. Ini di tahap pertama. Lalu kemudian menjadi signification  ketika itu diyakin sebagai satu ideologi, sebagai salah satu gambar atau simbol yang final, yang menyimbolkan segala cara hidup kita di Indonesia. Maka itu berarti adalah mitos.

Dalam buku mitologi Roland Barthes, aliran kiri itu disebut sebagai sebuah mitos. Misalnya revolusi adalah sebuah tanda. tetapi ketika revolusi itu menjadi sebuah aliran maka itu adalah sebuah pertandaan.

#rolandbarthes

#semiotics

#signification

#ferdinanddesaussure

#myth