Dalam linguistik, ungkapan fatis adalah komunikasi yang terutama berfungsi untuk membangun atau mempertahankan hubungan sosial. Dengan kata lain, ekspresi fatis sebagian besar memiliki fungsi sosio-pragmatis daripada denotasi. Mereka dapat diamati dalam pertukaran percakapan sehari-hari, seperti dalam, misalnya, pertukaran basa-basi sosial yang tidak mencari atau menawarkan informasi yang bernilai intrinsik, melainkan menandakan kesediaan untuk mematuhi harapan lokal konvensional untuk kesopanan.
Kegunaan lain dari istilah ini termasuk kategori “obrolan ringan” (percakapan untuk kepentingannya sendiri) dalam komunikasi wicara, di mana ia juga disebut “percakapan yang rapi”. Dalam karya Roman Jakobson, fungsi ‘fatik’ bahasa menyangkut saluran komunikasi; misalnya, ketika seseorang berkata “Aku tidak bisa mendengarmu, kamu putus” di tengah percakapan telepon seluler. Penggunaan ini muncul dalam penelitian di komunitas online dan micro-blogging.
Komunikasi fatis dikenal sebagai obrolan ringan: penggunaan bahasa nonreferensial untuk berbagi perasaan atau membangun suasana kemasyarakatan daripada untuk mengkomunikasikan informasi atau ide. Formula komunikasi fatis yang diritualkan (seperti “Uh-huh” dan “Semoga harimu menyenangkan”) umumnya dimaksudkan untuk menarik perhatian pendengar atau memperpanjang komunikasi. Juga dikenal sebagai pidato fatis, komuni fatis, bahasa fatis, token sosial, dan obrolan ringan.
Istilah fatis diciptakan oleh antropolog Inggris Bronislaw Malinowski dalam esainya “The Problem of Meaning in Primitive Languages”, yang muncul pada tahun 1923 dalam The Meaning of Meaning oleh C.K. Ogden dan I.A. Richards.
#phaticcommunication
#linguistics
#sociolinguistics
#bronislawmalinowski
#romanjakobson