Relativitas Konsep Ruang dan Pemerolehan Bahasa

Prinsip relativitas linguistik akan meramalkan bahwa perbedaan linguistik sistematis seperti ini harus tercermin dalam proses pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa menunjukkan pengetahuan yang berkorelasi dengan mitra penutur. Secara khusus, jika sifat-sifat tertentu dari bahasa-bahasa yang dimaksud ditemukan pada awal proses pemerolehan bahasa, maka hal ini kan mengindikasikan bahwa setiap hambatan universal untuk organisasi informasi ruang tidak begitu kuat. Karena pengalaman yang dibentuk dari bahasa ini sangat berperan penting dalam penataan domain ini (Foley, 1997).

Kedua gambar di atas adalah kaitan antara bahasa dan pikiran dan alur pengembangan pikiran dan bahasa anak-anak. Steinberg (1990 dalam Santoso dan Muslich, 2014) menyatakan bahwa sistem pikiran yang terdapat pada anak-anak dibangun sedikit demi sedikit apabila ada rangsangan dari dunia sekitarnya sebagai masukan atau input. Hal yang dapat menjadi input adalah apa yang dilihat anak, didengar, dan yang disentuh yang menggambarkan benda, peristiwa, dan keadaan sekitar anak yang mereka alami. Lama kelamaan pikiran anak akan terbentuk dengan sempurna. Apabila pikiran telah terbentuk dengan sempurna dan apabila masukan bahasa dialami secara serentak dengan benda, peristiwam dan keadaan maka barulah bahasa mulai dipelajari. Lambat laun, sistem bahasanya (perbendaharaan kata dan tata bahasa) pun terbentuk. Sebagian dari sistem bahasa tersebut adalah sistem pikirannya. Mengapa demikian? Karena makna dan semantik bahasa yang digunakan adalah ide yang merupakan bagian dari isi pikirannya. Sistem pikiran dan bahasa menyatu melalui makna dan ide.

            Selanjutnya, pemerolehan bahasa pertama yang dialami oleh anak terdiri dari empat strategi, yaitu:

  1. Strategi pertama adalah meniru. Pedomannya, tirulah apa yang dikatakan orang lain. Contoh: Seorang anak terlalu asyik menonton tv acara film kesukaannya. Tidak disadarinya jarak antara tv dan dirinya terlalu dekat. Melihat hal ini, Ibunya menegur anaknya: Jangan dekat-dekat Toni, nanti matamu rusak. Kalau mata Toni rusak, Toni tidak bisa membaca dan belajar di sekolah lagi. Mundur sedikit ya, Sayang! Di saat yang lain Ibunya terlihat terasa keheranan karena samar-samar terdengar suara Bu Joko, tetangganya muncul di TV, serta merta ia menghampiri TV untuk meyakinkannya. Karena sedang tidak mengenakan kacamaat, ia berupaya mendekati TV. Si Toni, anaknya, yang juga sedang menyaksikan iklan perdana itu dengan lantang berkata: Ma, jangan dekat-dekat dong nanti mata mama rusak. Kalau mata mama rusak, nanti tidak bisa melihat Toni membaca dan belajar di sekolah. Mundur sedikit, ya, Ma!
  2. Strategi kedua adalah produktivitas. Pedomannya adalah buatlah sebanyak mungkin dengan bekal yang telah Anda miliki atau Anda peroleh. Contoh: seperangkat bunyi, kata, struktur kalimat yang terbatas dapat dihasilkan kata, frase, kalimat, dan wacana yang tidak terbatas. Dalam hal bunyi, misalnya, dengan bunyi /k/, /t/, /u/, /a/ kita dapat menyusun kata dalam bahasa Indonesia setidaknya empat kata yaitu:

[kuta]

[kuat]

[tuak]

[akut]

Dari empat kata itu pula, dapat dihasilkan kalimat-kalimat yang tidak terbatas jumlahnya. Contohnya sebagai berikut.

  1. Orang kuat itu terlihat terkapar di pantai Belakangan diketahui ia menderita jantung akut.
  2. Ada indikasi bahwa orang kuat di Kuta itu senang minum
  3. Memang tuak tidak baik meskipun bagi orang kuat karena dapat menyebabkan penyakit yang

Berdasarkan fakta di atas menyadarkan kita bahwa bukan hanya dengan sedikit perangkat saja dapat dihasilkan sejumlah komunikasi bahasa tak terbatas tetapi juga dengan berbagai cara dapat dihasilkan jumlah tak terbatas komunikasi bahasa. Jadi, perangkat terbatas tadi baru menjadi tak terbatas jika diterapkan dengan berbagai cara atau kombinasi berbahasa.

  1. Strategi ketiga adalah hubungan umpan balik antara produksi ujaran dan response. Pedomannya adalah hasilkanlah ujaran dan lihatlah bagaimana orang lain memberi response. Contoh: percakapan anak wanita yang berumur 19 bulan dengan ibunya, yang mendemostrasikan suatu praktik strategi produktif.

Anak         : Saya makan.

Ibu             : O, kamu makan?

Anak         : Saya makan nasi. Saya makan nasi goreng.

Ibu             : O, kamu makan di situ.

Anak         : Ya, makan di sini. Makan?

Ibu             : Ya, kamu boleh makan.

Anak         : (Dia makan). Saya makan.

Ibu             : Ya, kamu boleh makan. Ayo makan.

Anak         : Makan nasi.

Ibu             : Makan nasi goreng.

Ibu secara informal atau secara konvensional, memberikan umpan balik kepada sang anak. Walaupun barangkali strategi ini hanya merupakan salah satu dari sekian banyak kemungkinan, tetapi dapat memberi nilai tertentu. Secara khusus “ukuran” informal bagi perkembangan bahasa seorang anak adalah apa yang “dikatakan” atau yang “diucapkan”nya, bukan apa yang dipahami oleh anak itu. Strategi produktif bersifat sosial dalam pengertian bahwa strategi tersebut dapat meningkatkan interaksi dengan orang lain dan sementara itu bersifat “kognitif” juga.

  1. Strategi keempat adalah prinsip operasi. Pedomannya adalah gunakan beberapa prinsip operasi umum untuk memikirkan serta menetapkan bahasa. Pemikiran ini dikembangkan oleh Slobin (dalam Santoso dan Muslich, 2014). Karya Slobin mengenai prinsip-prinsip operasi atau operating principles sungguh menunjang gagasan mengenai anak-anak sebagai pemerhati dan pemakai aktif pola-pola dalam pemerolahn bahasa. Slobin dan mahasiswanya dengan penuh semangat mengumpulkan data mereka sendiri dan telah menelaah secara intensif data yang telah dikumpulkan pakar lain mengenai pemerolehan bahasa pertama lebih dari 40 bahasa. Selain dari “perintah terhadap diri sendiri” oleh anak, prinsip operasi Slobin juga menyarankan “larangan” yang dinyatakan dalam avoidance terms; misalnya “hindari kekcualian”, “hindari pengaturan kembali”.

Dengan demikian, dengan keempat strategi pemerolehan bahasa ini diharapkan anak tidak akan mengalami kesulitan ketika memasuki tahap pembelajaran bahasa untuk kemudian menjadi sosok yang terampil berbahasa.

 

Referensi

Foley, William A. 1997. Anthropological Linguistics: An Introduction. China: Blackwell Publisher Ltd.

Santoso, Anang dan Muslich, Masnur. 2014. Teori Belajar Bahasa. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.