
Dunia perTikTok an semakin menggema dan menggaung. TikTok adalah salah satu socmed yang muncul dalam 3 tahun belakangan yang sangat melejit jumlah penggunanya. Secara kuantitas cukup berbeda signifikan dengan facebook, twitter dan instagram. Pengguna keduanya memang cukup banyak, hal yang membedakan dengan TikTok adalah karena potensi-potensi untuk mengembangkan bisnis sangat terbuka.
Tik Tok seolah-olah adalah pesaing berat sophee, dimana sophee bukanlah sebuah media sosial. Dia adalah aplikasi jual beli. Fitur-fitur penggunaan aplikasi keduanya cukup berbeda meskipun keduanya adalah aplikasi untuk jual beli. Kelebihan TikTok dibandingkan dengan sophee adalah bahwa di Tiktok bisa melebarkan sayap bisnis dengan program live event, promosi pada postingan dengan video dan foto dimana hal ini tidak banyak ditemukan di sophee.
Selain itu saat membicarakan harga, karena keduanya ini adalah media jual beli melalui internet, kenyataannya barang-barang yang dijual di TikTok jauh lebih murah. Sementara ini saya masih belum tahu apa alasan tentang ini. Bahkan Tiktok memberikan kelebihan free ongkir dimana para pengguna sophee sering mengeluhkan urusan ongkir. Kadang ditemukan biaya ongkir mendekati harga barang atau bahkan lebih mahal dari harga barang tersebut.
Namun karena kemudahan-kemudahan para seller Tiktok untuk melebarkan bisnisnya membuat aturan-aturannya cukup ketat. Saat live untuk mempromosikan para admin Tiktok sepertinya bekerja keras mengamati dengan cermat segala gerak-gerik dan ucapan owner toko tiktok. Sehingga sering pula terjadi sangsi-sangsi berjualan. Kadang galerinya hilang, kadang akun tiktok berjualan hilang secara tiba-tiba. Meskipun sebenarnya tiktok memberikan penjelasan kenapa akun tersebut di banned.
Saya rasa bisa dibayangkan bagaimana para admin tiktok tersebut dengan mudahnya memberikan sangsi kepada para owner toko yang menunjukkan segala macam bahasa dan budaya. Bahasa dan budaya yang belum tentu dipahami oleh setiap orang termasuk admin tiktok. Contoh misalnya, saat seorang owner toko sedang live tiktok dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kemudian salah satu follower keberatan dengan bahasa yang dipergunakan dengan alasan tidak memahami, alhasil toko tiktok tersebut dibanned. Belum lagi ungkapan-ungkapan bahsa tertentu yang kadang terucap oleh owner toko saat live yang mungkin dianggap admin tiktok ungkapan tersebut adalah melanggar aturan tiktok.
Sedangkan sebenarnya tidak ada persamaan suku, bahasa dan budaya antara admin tiktok dan owner toko saat live, yang membuat keputusan-keputusan membanned akun itu menjadi rancu hasilnya. Keputusan ini banyak sekali dikeluhkan para owner live toko, karena sering kali tidak bisa dipahami dimana letak kesalahnnya.
Kemunculan di FYP juga menjadi masalah berat karena ada owner yang merasa akunnya sepi dan tidak disangkutkan ke dalam FYP oleh admin tiktok. Adakah permainan di belakangnya hingga kemunculan di FYP pun seolah kurang bisa dipahami. Hal ini kemudian muncul video-video drama para owner seperti misalnya owner yang menangis karena live dia tidak ada yang mengunjungi atau barang-barang yang dijualnya tidak ada yang check out.
Di sisi lain saya juga mengamati beberapa akun yang lalui FYP saya yang membuat agak miris. Yaitu akun-akun para jamaah pelangi. Kuantitas orang-orang dengan status pelangi ini sudah semakin banyak dan tak terbendung. Mulai dari lesbi, gay, bencong dll. Mereka sudah terang-terangan dan tidak malu-malu mengakui bahwa dirinya gay atau lesbi. Saat live event mereka gunakan bahasa-bahasa yang saru dan disgusting. Kadang live bersama-sama dengan teman-tamannya yang memiliki potensi yang sama. Pembicaraan mereka sudah mencapai ranah privacy namun disaksikan oleh jutaan orang live event nya.
Dan sayang sekali, akun-akun ini sangat subur dan tak terjamah oleh tiktok. Mereka dibiarkan dengan bebas membicarakan hal-hal menjijikkan dalam live nya.
Lalu para pejuang receh justru dijerat, dikit-dikit dibanned.
Hmmm.. baiklah
#tiktok
#shopee