Lagi-lagi terms of address. Membaca tulisan iseng seorang teman yang menyampaikan kebingungannya sesaat. Bingung karena takut salah sebut, sebutan untuk memanggil kepada seseorang. Addressing atau panggilan atau dalam bahasa akademiknya adalah terms of address yang memiliki aturan tertentu pada tiap-tiap keadaan.
Ada seorang dosen yang sangat kami hormati di lingkungan tempat kerja. Beliau menyandang gelar cukup banyak karena pencapaian akademiknya yang cukup panjang. Gelar professor, doktor, bahkan haji sudah lama bertahan di depan namanya. Belum lagi gelar di belakangnya, ada magister macam-macam. Yang belum ada hanya gelar almarhum atau yang sering ditulis dalam tanda kurung (alm).
Namun siapa sangka gelar-gelar berentetan ini justru membuat kita bingung untuk memanggil atau menyebut. Secara lingkungan kerja kami ini adalah lingkungan dimana setiap senior, terutama alumni akan dipanggil dengan sebutan mentereng yaitu USTADZ. Meski bukan alumni pesantren dan meski bukan orang-orang yang mengemban misi agama.
Sehingga semakin panjang daftar kata panggil yang akan kita sebut yang kita ucapkan kepada satu orang saja. Saat kita akan panggil beliau “prof”, nah mungkin tepat bila berada di dalam kelas. Saat berada di kelas dengan mahasiswa alumni maka hampir semua sepakat memanggil dengan sebutan “ustadz”. Karena mahasiswa selalu memanggil dosennya dengan kata ustadz, apapun bidang yang digelutinya.
Sebenarnya kata panggil “pak” kepada seorang pria berumur 25 tahun ke atas mungkin adalah kata yang paling tepat digunakan. Kata “pak” sangat luwes disampaikan kepada siapapun yang bergender laki-laki. Bahkan sangat lebih menghargai apabila disebutkan kata lengkapnya yaitu “bapak”.
Namun pandangan dan pikiran setiap orang berbeda-beda saat ingin dihargai dengan cara memanggil. Kadang dia lupa dan tidak menganut konvensi, akhirnya yang muncul adalah kesalah pahama dan marah-marah. Seorang professor tidak terima dipanggil “pak”. Sudah barang tentu, beliau bersusah payah untuk dapatin gelar berentetan. Lalu dengan terburu-buru segera dikoreksi oleh teman dengan panggilan “ustadz” karena beliau adalah senior di lokasi kerja. Apa yang terjadi?
Malah marah meluap-luap karena ditambah dengan ungkapan kata ganti kedua “anda”.
Kadang terms of address itu banyak dipengaruhi oleh faktor emosi psikologis, latar belakang budaya seseorang hingga ditentukan kata panggil itu, dan lain-lain.
Di instagram ada kisah pilu seorang anak yang membawa ibunya ke panti jompo. Ibu yang memiliki 6 orang anak ini berusia hampir 70 tahun. Menurut keterangan dari pihak panti, ibu ini sudah diserahkan oleh anak-anaknya kepada panti untuk diurus keperluannya sehari-hari.
Dan berita ini lalu menjadi viral lantaran diungkapkan dengan kalimat-kalimat heboh. Seorang ibu dibuang anaknya ke panti jompo. Ada lagi seorang ibu sanggup mengurus 6 orang anaknya sampai menginjak dewasa. Namun 6 orang anak belum tentu bisa mengurus seorang ibu. Hal ini menjadikan salah satu anak klarifikasi atas berita yang sudah tersebar kemana-mana.
Dalam klarifikasinya, anak berusia dewasa dan sudah berumah tangga mengungkapkan ketidak sanggupannya untuk merawat ibu yang sudah tua. Hal ini dikarenakan bahwa ibunya sering berulah dan mengancam anak-anaknya untuk berpisah dengan pasangan masing-masing. Atau ada juga cerita salah satu anak yang memang tidak lagi bisa menerima keadaan sang ibu yang suka berbuat onar, kasar, berbicara kotor dan banyak lagi. Dari klarifikasi sang anak, terlihat dia tidak terima bila disebut membuang orang tuanya, karena banyak sekali penyebab mereka harus dengan terpaksa menitipkan orangtua ke panti jompo.
Di negeri ini memang masih tabu bila ada keluarga yang menitipkan orang tua ke panti jompo. Beda dengan di negara-negara lain yang memang sudah terbiasa dengan keadaan bahwa orang tua bisa tinggal di panti jompo lebih aman.
Mungkin karena suara netizen lebih dominan dan menguasai, memaksa anak-anak ibu ini untuk klarifikasi. Namun si anak ini dengan situasi yang tidak jelas, klarifikasi dengan hanya suara bukan video, menyebut kata ganti kedua untuk ibunya dengan kata panggil “dia”. Hal ini semakin membuat marah netizen. dan semakin yakin bahwa sang anak ini memang sudah melakukan kesalahan besar, menitipkan orang tuanya ke panti jompo.
Sekali lagi kata panggil yang sangat crucial dan tidak lagi mudah untuk disebut.
Kita tidak tahu apa fakta di balik klarifikasi sang anak, dan mengapa anak ini menyebut dengan kata “dia:. Disaat nada suara yang terdengar adalah pelan dan sopan.
Memang terms of address cukup rumit.