
Fitrah, artinya ciptaan, bukan suci atau kesucian. Menjaga Fitrah, berarti menjaga ciptaan, bukan menjaga kesucian.
Fitrah atau ciptaan yang dimaksudkan adalah fisik atau jasadnya manusia diciptakan. Di mana, jasadnya manusia itu, memerlukan asupan makanan dan minuman serta yang lainnya yang berhubungan dengan kehidupan fisik atau jasad. Artinya, fisik jasadnya manusia itu, erat berhubungan dengan kehidupannya.
Maka, do’a ketika berbuka untuk mengakhiri puasa adalah sebagai berikut :
اللهُمّ لكَ صُمت وعَلى رِزقك أفطرت
Ya Allah, karena dan bagi-Mu aku perpuasa dan atas rizki-Mu aku “fitrah” (makan, minum dan yang lain serta sejenisnya).
Maksudnya, puasa atau meninggalkan makan dan minum serta yang lain dan sejenisnya itu, bukanlah fitrah atau ciptaan fisiknya manusia diciptakan. Fisik atau jasadnya manusia, diciptakan (difitrahkan), ia memerlukan makan dan minum serta seterusnya, tersebut.
Tidak makan dan tidak minum serta tidak memerlukan terjadinya hubungan saling membantu antar satu dengan yang lainnya, itu bukan sifatnya manusia diciptakan. Akan tetapi, tidak makan dan tidak minum serta tidak memerlukan bantuan atau kehadiran dari siapa dan apa saja, itu sifatnya Allah swt Yang Maha segalanya. Dan, DIA-lah yang mem”fitrah” atau menciptakan fisiknya manusia, di mana fisik manusia itu, memerlukan asupan makanan dan minuman serta memerlukan terjadinya hubungan atau kehadiran orang lain antar satu dengan yang lainnya untuk mempertahankan dan melangsungkan kehidupan fisiknya, baik melalui pernikahan maupun yang sejenisnya.
Oleh karena itulah, “menjaga fitrah” yang dimaksudkan adalah fitrah atau ciptaan fisik manusia yang memerlukan kehadiran orang lain di dalam meraih kebutuhan hidupnya, itulah yang musti dijaga lewat ajaran agama, agar di dalam meraih kebutuhan hidupnya, manusia tetap tegak lurus dan menghadapkan dirinya terhadap pencipta-Nya oleh iman yang di di dalam dadanya.
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
QS Ar-Rum (30) : 30.
Maka, tegakkan dirimu untuk agama secara sungguh-sungguh, itulah fitrah Allah yang Allah fitrahkan (ciptakan) atas diri (jasad) manusia, di mana ciptaan (fitrah) itu, tidak ada perubahan. Itulah agama yang lurus, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Maka, puasa dalam arti “pengendalian diri manusia”, itu bukan hanya pada bulan Ramadhan saja. Akan tetapi, puasa dalam arti pengendalian dirinya manusia” atau “mengendalikan dirinya manusia”, adalah sepanjan zaman oleh iman yang di dalam dadanya manusia. Hanya saja, selama pada bulan Ramadhan, iman yang ada di dalam dada setiap manusia itu, disuruh oleh Allah untuk mengendalikan dirinya manusia, agar manusia berpuasa tidak makan dan tidak minum serta yang lainnya, sebagai “test-case” untuk pengendalian dirinya manusia yang sesungguhnya, yaitu sepanjan masa.
Oleh karena itu, bukan orang-orang yang sudah beriman yang disuruh berpuasa, akan tetapi iman yang di dalam dadanya manusia, itulah yang mempuasakan atau mengendalikan dirinya manusia (jasad) dicipta, agar di dalam meraih kebutuhan fisiknya untuk mempertahankan kelangsungan kehidupan, manusia tetap dipimpin oleh imannya yang bersifat shidiq, amanah, tabligh dan fathonah. Sehingga, manusia tetap benar dan tidak melakukan kesalahan serta amanah dan tidak khiyanat, kemudian jujur dan apa adanya di dalam meraih sarana kehidupan dunia yang bersifat jasadi itu.