Latar belakang penciptaan lagu Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945), petani di pedesaan sama sekali tidak mampu mengolah lahan karena kebanyakan pria dikerahkan untuk mendukung romusha . Akibatnya terjadi kekurangan pangan dan orang terpaksa memakan segala yang tersedia di lingkungan rumah. Banyak di antaranya yang mengonsumsi genjer , suatu gulma sawah yang sangat pesat tumbuh. Lagu ini memotret situasi pada masa itu. Kepopuleran lagu Setelah kemerdekaan Indonesia, lagu Genjer-genjer menjadi sangat populer setelah banyak dibawakan penyanyi-penyanyi dan disiarkan di radio Indonesia. Penyanyi yang paling dikenal dalam membawakan lagu ini adalah Lilis Suryani dan Bing Slamet . Keterkaitan dengan politik Penggunaan dalam propaganda PKI Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966), Partai Komunis Indonesia (PKI) melancarkan kampanye besar-besaran untuk meningkatkan popularitas. Lagu ini, yang menggambarkan penderitaan warga desa, menjadi salah satu lagu propaganda yang disukai dan dinyanyikan pada berbagai kesempatan. Akibatnya orang mulai mengasosiasikan lagu ini sebagai “lagu PKI”. Pelarangan oleh pemerintahan Orde Baru Peristiwa Gerakan 30 September pada tahun 1965 yang melibatkan PKI membuat rezim Orde Baru yang anti-komunisme melarang disebarluaskannya lagu ini. Menurut versi TNI , para anggota Gerwani dan Pemuda Rakyat menyanyikan lagu ini ketika para jendral yang diculik diinterogasi dan disiksa. Peristiwa ini digambarkan pada film Pengkhianatan G 30 S PKI besutan Arifin C. Noer . Dalam aksi “pembersihan” terhadap komunis di tahun 1966 -1967 di Indonesia, Muhammad Arief , pencipta lagu Genjer-genjer meninggal dibunuh akibat dianggap terlibat dalam organisasi massa onderbouw PKI. Paska Orde Baru Setelah berakhirnya rezim Orde Baru pada tahun 1998 , larangan penyebarluasan lagu Genjer-genjer secara formal telah berakhir. Lagu Genjer-genjer mulai beredar secara bebas melalui media internet . Walaupun telah diperbolehkan, masih terjadi beberapa kasus yang melibatkan stigmatisasi lagu ini, seperti terjadinya demo sekelompok orang terhadap suatu stasiun radio di Solo akibat mengudarakan lagu tersebut.
Begitu juga halnya dengan Genjer-Genjer.
Bukalah koran-koran Orba, terutama Api Pantja Sila dan Berita Yudha, edisi hari-hari dekat sesudah 1 Oktober 1965. Selain bercerita tentang perempuan sukarelawan Jamilah yang bersaksi tentang pemotongan penis dan pencungkilan mata para korban, juga bercerita tentang upacara maut sebelum korban dibunuh dengan sadis. Upacara yang berlangsung di Halim itu dinamai “Harum Bunga”, berupa tarian-tarian mesum anggota Gerwani dan Pemuda Rakyat, di sertai iringan nyanyian bersama lagu Genjer-Genjer. Baris syair yang berbunyi “esuk-esuk pating keleler” (pagi-pagi pada berhamparan), ulangan dari baris yang sama “neng kedhokan pating keleler” (di lahan pada berhamparan), itulah kalimat kunci tentang makna gerakan Letkol Untung. Juga suatu tanda, bahwa G30S sudah dirancang jauh-jauh hari, setidaknya ketika lagu Genjer-Genjer digubah. Tafsir halusinasi pengidap angst psychose tersebut di atas dikuatkan dengan penemuan berbagai “dokumen” di Halim Perdanakusuma, tempat pasukan Dewan Revolusi berkubu. Salah satu “dokumen” itu berupa buku stensilan kumpulan lagu-lagu untuk paduan suara, yang diterbitkan oleh CC PKI sebagai sumbangan untuk sukarelawan Dwikora yang dilatih di Halim. Isi buku berukuran kertas A4 ini kebanyakan lagu-lagu rakyat, dari berbagai daerah yang diaransemen untuk paduan suara. Yang menarik di antaranya ialah lagu-lagu rakyat Betawi Kr. Kemayoran, Jali-Jali, dan Glatik Nguk-Nguk, aransemen Moh. Sutijoso, dengan syair baru berupa penuangan isi Manipol. Tapi yang lebih menarik lagi ialah dua lagu rakyat Jawa Timur, Madura dan Banyuwangi, yang sejak akhir tahun 1964 telah dinyanyikan sangat meluas, yaitu Tonduk Majeng dan Genjer- Genjer. Semuanya itu menjadi alasan cukup kuat, bahwa Genjer- Genjer lebih dari sekedar sebuah lagu yang “mempunyai indikasi”. Tapi justru digubah untuk mempersiapkan untuk melakukan gerakan politik, yang diawali dengan pembunuhan secara keji terhadap beberapa jendral TNI Angkatan Darat.
Namun kemudian ini hanya cerita2 non fiktif dibalik lirik lagu Genjer-genjer yang hanya sekedar lirik atau pantun berirama. Secara semantic tak satu katapun mencerminkan konsep gerakan G30S PKI ataupun paham Marxis yang saat itu masih menjadi kontroversi yang cukup kuat tentang kemana arah negara ini akan berada.
Lirik lagu Versi asli
Genjer-genjer nong kedo’an pating keleler
Genjer-genjer nong kedo’an pating keleler
Ema’e thole teko-teko mbubuti genjer
Ema’e thole teko-teko mbubuti genjer
Oleh satenong mungkur sedot sing toleh-toleh
Genjer-genjer saiki wis digowo mulih
Genjer-genjer esuk-esuk didol neng pasar
Genjer-genjer esuk-esuk didol neng pasar
Dijejer-jejer diuntingi podo didasar
Dijejer-jejer diuntingi podo didasar
Ema’e jebeng podo tuku gowo welasar
Genjer-genjer saiki wis arep diolah
Terjemahan Bahasa Indonesia
Genjer-genjer ada di lahan berhamparan
Genjer-genjer ada di lahan berhamparan
Ibunya anak-anak datang mencabuti genjer
ibunya anak-anak datang mencabuti genjer
Dapat sebakul dipilih yang muda-muda
Genjer-genjer sekarang sudah dibawa pulang
Genjer-genjer pagi-pagi dibawa ke pasar
Genjer-genjer pagi-pagi dibawa ke pasar
Ditata berjajar diikat dijajakan
Ditata berjajar diikat dijajakan
Ibu saya beli genjer dimasukkan dalam tas
Genjer-genjer sekarang akan dimasak
(Jebeng=Saya)
#genjergenjer